TRIBUNNEWS.COM - Sinyal kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi semakin mencuat akhir-akhir ini.
Diketahui, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyebut Presiden Joko Widodo kemungkinan akan mengumumkan penyesuaian harga BBM Pertalite dan Solar pada minggu depan (pekan ini).
Menurutnya, harga BBM subsidi saat ini membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Rp 502 triliun.
Sehingga, Luhut meminta masyarakat untuk bersiap-siap jika pemerintah jadi menaikkan harga pertalite dan solar.
"Karena bagaimanapun, tidak bisa kita pertahankan demikian. Jadi tadi, mengurangi pressure (tekanan) ke kita karena harga crude oil (minyak mentah) naik, itu kita harus siap-siap," kata Luhut saat kuliah umum di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan beberapa waktu lalu.
Lantas, isyarat kenaikan harga BBM Subsidi juga disampaikan menteri Jokowi lainnya, yakni Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia.
Baca juga: Jika Harga BBM Subsidi Naik, Aturan Beli Pertalite Pakai MyPertamina Tetap Berlaku
Meski demikian, Bahlil tidak menyebut angka pasti kenaikannya menjadi berapa.
"Rasa-rasanya si untuk menahan terus dengan harga BBM seperti sekarang, feeling saya sih harus kita siap-siap, kalau katakanlah kenaikan BBM itu terjadi," kata Bahlil dalam konferensi pers mengenai Perkembangan Pencabutan Izin Usaha Pertambangan di Jakarta, Jumat (12/8/2022).
Bahlil menjelaskan, beban subsidi diproyeksikan membengkak sampai Rp 600 triliun pada akhir 2022 karena lonjakan harga energi di global.
Sementara negara memiliki keterbatasan fiskal di tengah harga rata-rata minyak mentah dunia mencapai 105 dollar AS per barrel.
Bahlil pun berharap, APBN masih dalam kondisi sehat atau mampu menanggung beban biaya fiskal negara.
Jokowi Singgung soal Besarnya Subsidi BBM yang Ditanggung Negara
Sebelum kabar kenaikan harga BBM semakin mencuat, Presiden Joko Widodo kerap menyinggung soal besarnya subsidi BBM yang ditanggung negara.
Terbaru, presiden mengatakan, ada subsidi yang jumlahnya sangat besar untuk bisa menahan agar angka inflasi Indonesia tidak tinggi.
Dikutip dari Kompas.com, Presiden menekankan, subsidi yang besar juga berdampak kepada ketahanan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
"Sekali lagi, kita semuanya harus melihat angka-angka inflasi. Karena angka inflasi yang berada di angka 4,9 persen tadi itu masih didukung oleh ketidaknaikan, tidak naiknya harga BBM kita, Pertalite, Pertamax, solar, LPG, listrik, itu bukan harga yang sebenarnya, bukan harga keekonomian," kata Jokowi dalam rapat pengendalian inflasi di Istana Negara, Kamis (18/8/2022).
"Itu harga yang disubsidi oleh pemerintah yang besarnya, itung-itungan kita di tahun ini subsidinya Rp 502 triliun. Angkanya gede sekali. Ini yang harus kita tahu, untuk apa untuk menahan agar inflasinya tidak tinggi," ungkapnya.
Namun, Jokowi mengingatkan, besarnya subsidi tidak selamanya mampu ditanggung APBN.
Presiden menyebutkan, pemberian subsidi untuk BBM ini akan kembali dihitung oleh Menteri Keuangan.
"Apakah terus menerus APBN akan kuat? Ya nanti akan dihitung oleh menteri keuangan," ucap Jokowi.
Respons Ekonom jika BBM Subsisi Naik
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, memberikan tanggapan jika terjadi kenaikan harga BBM Subsidi jenis Pertalite.
Bhima mengatakan, bila harga BBM Pertalite naik 30 persen-40 persen, maka anggaran untuk perlindungan sosial bisa meningkat Rp 200 triliun hingga Rp 300 triliun atau menjadi Rp 631 triliun, dari sebelumnya Rp 431,5 triliun dalam APBN 2022.
Menurutnya, kebutuhan anggaran perlindungan sosial naik karena jumlah orang miskin dan rentan miskin terdampak dari kenaikan harga BBM cukup banyak.
"Misalnya ada orang miskin dia enggak punya motor atau mobil, tetap menanggung dampak kenaikan harga BBM karena biaya bahan makanan ikut naik," kata Bhima, dikutip Tribunnews.com dari Kontan.co.id, Selasa (23/8/2022).
Bhima menambahkan, efek domino dari kenaikan harga BBM bisa sangat luas, seperti mempengaruhi keberlanjutan usaha kecil dan mikro.
Menurutnya, saat ini ada 64 juta unit UMKM yang bergantung dari BBM subsidi baik pertalite maupun solar.
Namun, jika pelaku UMKM ingin menyesuaikan harga jual produk maka tidak semua konsumen siap.
Sehingga, imbasnya, para UMKM juga butuh mendapatkan kompensasi dari kenaikan harga BBM.
Baca juga: Pemerintah Berencana Menaikkan Harga BBM, Gunhar Minta Subsidi Tepat Sasaran
Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, mengatakan pemerintah perlu mempertimbangkan kembali wacana kenaikan harga Pertalite.
Sebab, menurutnya, apabila harga BBM Pertalite naik menjadi Rp 10.000 hingga Rp 11.000 per liter, maka memberatkan masyarakat dan inflasi bisa meroket tajam.
"Kalau ke harga Rp 10.000 hingga Rp 11.000 saya rasa sangat berat bagi masyarakat," ucapnya.
(Tribunnews.com/Suci Bangun DS, Kompas.com/Dandy Bayu Bramasta/Dian Erika Nugraheny, Kontan.co.id/Dendi Siswanto, Kompas.tv)
Simak berita lainnya terkait Harga BBM Subsidi