TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan menaikkan tarif ojek daring atau ojol hingga 30 persen pada akhir bulan ini.
Kenaikan tarif yang diatur melalui Keputusan Menteri (KM) Perhubungan Nomor KP 564 Tahun 2022 Tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi, yang terbit pada 4 Agustus lalu, dinilai kontraproduktif.
Ekonom Indef Nailul Huda berpendapat, rencana kenaikan tarif ojol yang akan dilakukan diberlakukan pemerintah pada akhir bulan ini, terkesan tidak melihat dari berbagai sisi, terutama dari aspek konsumen.
Baca juga: Pengamat Nilai Kenaikan Tarif Ojol Jangan Sampai Lebih Tinggi dari Inflasi
Nailul mengatakan, bentuk industri dari transportasi online, termasuk ojek online, adalah multisided-market dimana ada banyak jenis konsumen yang "dilayani” oleh sebuah platform. Bukan hanya dari sisi mitra driver saja, namun juga dari sisi konsumen akhir/penumpang dan pelaku UMKM (mitra penjual makanan-minuman).
"Perubahan cost dari sisi mitra driver akan mempengaruhi perubahan di sisi konsumen penumpang dan pelaku UMKM. Dari sisi konsumen penumpang sudah pasti ada penurunan permintaan, sesuai hukum ekonomi. Jika permintaan industri bersifat elastis, sudah pasti mitra driver yang akan rugi karena secara total pendapatan akan menurun. Maka hal ini kontradiktif dengan kesejahteraan mitra driver yang ingin dicapai dengan adanya perubahan ini," ucap Nailul Huda Senin (22/8/2022).
Hal negatif lain yang akan terdampak imbas kenaikan tarif ojol yang tinggi, yaitu ada perpindahan transportasi masyarakat dimana sebagian akan pindah ke transportasi umum dan sebagian akan menggunakan kendaraan pribadi.
Baca juga: Tarif Ojek Online Naik, Pengemudi Ojol Semringah
Menurut Nailul, perpindahan ke transportasi umum bisa dibilang akan meningkatkan biaya transportasi masyarakat dimana perjalanan masyarakat akan semakin panjang dan sebagian besar belum terintegrasi moda transportasi umum di kota-kota Indonesia.
"Ada biaya transportasi yang kemungkinan meningkat dan bisa menyebabkan inflasi secara umum. Inflasi transportasi per Juli 2022 cukup tinggi dimana secara YoY di level 6.65 persen, tertinggi kedua setelah makanan, minuman, dan tembakau. Jika menggunakan kendaraan pribadi akan menambah kemacetan dan kerugian ekonomi akan bertambah," ujarnya.
Dari sisi lain, disampaikan Nailul, pelaku UMKM mitra layanan pesan antar makanan juga akan terdampak karena permintaan akan berkurang. Konsumen belum tentu berkenan untuk naik kendaraan pribadi ke tempat makan jika jarak-nya jauh. Konsumen akan mempertimbangkan untuk membeli makanan dna minuman yang lebih dekat secara jarak. Atau mereka enggan mengantri yang juga akan menurunkan permintaan dari produk pelaku UMKM mitra layanan pesan antar makanan.
"Jadi saya rasa pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan kenaikan tarif ojek online ini dan melihat sebesar besar elastisitas dari produk atau layanan," tutur Nailul.
Sementara itu, pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyanto menilai, regulasi yang diterbitkan ini menjadi tidak fair bagi public transport yang lain.
Baca juga: Tarif Ojek Online Naik, Sektor UMKM Dinilai akan Ikut Terdampak hingga Berpotensi Mengerek Inflasi
"Bahkan memunculkan pertanyaan, ada apa dengan Kemenhub sehingga mudah membuat regulasi anyar terkait pentarifan ojol, sedangkan untuk publik transport lain yang notebene sudah lama tarif tidak dievaluasi," ujar Agus, kepada media, Senin malam (22/8/2022).
Menurut Agus, keputusan kenaikan itu juga terkesan tidak memberi ruang kepada konsumen. Ia menbandingkan, dengan public transport lain yang peran penentuan tarif lebih besar ada di tangan pemerintah dengan masukan dari berbagai pihak, termasuk konsumen.
Di sisi lain dalam kondisi saat ini, kenaikan tarif ojol jika tidak mempertimbangkan daya beli konsumen akan kontraproduktif bagi konsumen dan terutama para driver ojol itu sendiri.
"Ini berpotensi mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap ketergantungan ojol," ujarnya.
Jika kebijakan menaikkan batas tarif dengan alasan menambah pendapatan bagi driver, hal ini perlu dijelaskan lebih lanjut.
Baca juga: Pengamat Nilai Kenaikan Tarif Ojol Jangan Sampai Lebih Tinggi dari Inflasi
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai, menaikkan tarif ojol di tengah kondisi masyarakat yang sedang susah sekarang, juga tidak tepat. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Kemenhub itu harus benar-benar dikaji. Bila kenaikan terif tetap dilakukan, kata dia, maka banyak yang dirugikan.
Kenaikan tarif yang akan dilakukan Kemenhub, kata dia, sebaiknya tidak dilaksanakan. Karena menurut dia, Ojol ini bukan sarana transportasi umum, yang dilindungi oleh Undang-Undang.
"Sebaiknya aturan ini dievaluasi atau dibatalkan saja," kata dia.