TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan apa yang menjadi penyebab dari naiknya harga telur di Indonesia yang mencapai diatas Rp 30.000 per kilogram di sejumlah daerah.
Hal tersebut diungkap Jokowi dalam kunjungan kerjanya ke Pasar Cicaheum, Bandung, Jawa Barat pada Minggu (28/8/2022) kemarin.
Menurut Jokowi penyebab naiknya harga telur adalah karena harga pakan yang naik.
Selain itu Jokowi menilai naiknya harga telur kali ini juga dikarenakan fluktuasi biasa.
“Ya ini kan pertama karena pakan ternak yang naik, kedua ini fluktuasi biasa," kata Jokowi dilansir laman resmi setkab.go.id, Senin (29/8/2022).
Jokowi kemudian memprediksi, dalam dua minggu ke depan harga telur nantikan akan turun.
Baca juga: Harga Telur Ayam Hari Ini 29 Agustus 2022, Jakarta Rp31 Ribu per Kg, Papua Rp39 Ribu
"Nanti dua minggu InsyaAllah akan turun,” jelas Jokowi.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) sebelumnya menyebut penyebab naiknya harga telur ini salah satunya karena adanya permintaan telur yang besar dari Kementerian Sosial (Kemensos).
Permintaan telur yang besar dari Kemensos ini diketahui digunakan kepentingan bansos yang dirapel untuk tiga bulan.
Sehingga membuat permintaan akan telur tinggi dan berpengaruh pada kenaikan harga.
Hal tersebut disampaikan Zulhas dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI.
Baca juga: BREAKING NEWS! Sri Mulyani Akhirnya Umumkan BLT Subsidi Gaji Rp 600 ribu Cair untuk 16 juta Pekerja
"Kemensos juga untuk keperluan bansos dirapel 3 bulan dan bantuannya itu dari bentuk telur. Telur kalau (stok) kurang dikit harga jadi naik," kata Zulhas dilansir Kompas.com, Senin (29/8/2022).
Tak hanya itu, Zulhas juga mengaku sejak ia menjabat sebagai Mendag, harga telur memang sudah tinggi di pasaran hingga di atas Rp 30.000, meskipun sempat turun menjadi Rp 26.000 per kilogramnya.
Menurut Zulhas, dengan Rp26.000 per kg, Zulkifli menyebut harga itu tak layak bagi para penjual telur ayam.
Sehingga, para indukan ayam dilakukan apkir dini atau disembelih.
Baca juga: Harga Rata-Rata Telur Ayam Secara Nasional Rp31.000 per Kg, di Papua Tembus Rp39.000
“Waktu saya duduk pertama Rp32.000 turun sampai Rp26.000, sekarang naik lagi. Ya sebabnya itu karena terlalu murah jadi apkir dini. Apa yang disebut dengan apkir dini. Jadi induknya itu, induknya (ayam) yang petelur itu disembelih, dijual,” kata Zulhas sebagaimana diberitakan Tribunnews.com sebelumnya.
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini menjelaskan alasan apkir dini tersebut."
Hal itu dilakukan untuk mendongkrak harga telur ayam yang sempat anjlok dan apkir dini pun melibatkan perusahaan besar telur ayam ini.
“Kalau terlalu murah dipotong, dijual induknya. Kan ada induk ayam bertelur, diapkir atau disembelih, dijual agar enggak nelur lagi, telur sedikit harga naik,” jelasnya.
Baca juga: Mendag Zulkifli Hasan Ungkap Penyebab Melambungnya Harga Telur: Karena Pengusaha Lakukan Afkir Dini
Tingginya Harga Jagung Internasional Jadi Salah Satu Faktor Harga Telur Melesat
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Azizah Fauzi mengatakan, kenaikan harga telur yang terjadi selama hampir sepekan ini, salah satunya disebabkan oleh tingginya harga jagung internasional.
Menurutnya, jagung merupakan bahan utama pakan ternak, khususnya untuk ayam petelur.
“Kebutuhan jagung untuk pakan ternak masih membutuhkan impor karena pasokan domestik belum mencukupi kebutuhan ini. Sayangnya impor jagung pakan ternak masih restriktif karena hanya terbuka untuk BUMN dengan Angka Pengenal Impor Umum (API-U),” ucap Azizah dalam keterangan tertulisnya, Jumat (26/8/2022).
Berdasarkan data Food Monitor yang dihimpun CIPS dari United States Department of Agriculture (USDA), rata-rata produksi jagung Indonesia 2015-2020 hanya mencapai 11,5 juta ton.
Sementara tingkat konsumsi tahunannya diperkirakan melebihi 12 juta ton. Selisih antara produksi domestik dan kebutuhan ini dipenuhi dengan impor.
Baca juga: Harga Gula Pasir Hingga Bawang Terpantau Stabil, Tapi Harga Telur Ayam Naik 6,4 Persen
Azizah kembali melanjutkan, ketersediaan dan harga sebuah komoditas tidak hanya bergantung pada kuantitas produksi.
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi ketersediaan dan harga jagung antara lain produksi jagung yang tidak stabil sepanjang tahun.
Secara umum terdapat tiga kali musim tanam jagung di Indonesia, yaitu pada Oktober-Februari, Maret-Juni dan Juli-September.
“Hampir setengah produksi jagung nasional dihasilkan pada musim tanam pertama yang bertepatan dengan musim penghujan. Musim tanam kedua dan ketiga masing-masing hanya menyumbang 37 dan 14 persen produksi,” papar Azizah.
Baca juga: Mendag Zulkifli Hasan Berharap Satu Bulan Lagi Harga Telur Turun
Sayangnya, Permendag 25/2022 (Perubahan atas Permendag 20/2021) hanya memperbolehkan BUMN dengan API-U untuk mengimpor jagung pakan ternak.
Seharusnya, lanjut Azizah, pemenuhan kebutuhan jagung perlu didukung dengan membuka lisensi impor untuk pihak swasta.
Membuka keran impor bagi swasta untuk jagung pakan ternak sebaiknya dipertimbangkan pemerintah untuk mengatasi dan menstabilisasi naiknya harga jagung.
Berdasarkan catatan CIPS, pada 2021, kenaikan harga jagung untuk pakan ternak sendiri sudah tembus 28,1 persen dibandingkan tahun 2020.
Baca juga: Mendag Zulkifli Hasan Ungkap Penyebab Melambungnya Harga Telur: Karena Pengusaha Lakukan Afkir Dini
Azizah mengatakan, karena telur ayam merupakan sumber protein utama di Indonesia, harga yang tinggi tentu akan mempengaruhi konsumsi protein, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Sehingga, pembebasan impor jagung memungkinkan produksi komoditas yang lebih efisien.
“Indonesia, yang kurang memiliki keunggulan komparatif dalam produksi jagung, dapat mengimpornya dengan harga lebih rendah,” ucap Azizah.
“Hal ini akan menurunkan biaya produksi ayam sehingga menguntungkan tidak hanya pihak produsen ayam tetapi juga konsumen, terutama yang berpenghasilan rendah, dengan akses kepada ayam dan telur yang lebih murah,” pungkasnya.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Bambang Ismoyo)(Kompas.com/Ade Miranti Karunia)