News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tak Optimal, Apkasindo Keluhkan Sulitnya Legalitas Lahan

Penulis: Naufal Lanten
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Panen tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Desa Talun Kenas, Deliserdang, Sumatera Utara, Kamis (14/6/2012). Tribun Medan/Dedy Sinuhaji

“Padahal mereka sudsh tinggal di situ sudah benarak pinak sudah familiar di situ, fasum, fasos, tetapi secara peta itu dinytakan mereka di dalam kawasan hutan. Ini juga menjadi momok.”

Lebih lanjut Rino menjelaskan realisasi program PSR periode 2017-2022 sudah mencapai 112.804 hektare lahan. Namun di tengah periode tersebut, angkanya justru menurun pada 2021.

Baca juga: Riset CDP: Hanya 22 Persen Perusahaan Sawit Terapkan Kebijakan Tanpa Deforestasi

Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) telah menyalurkan dana sebesar Rp6,87 triliun sepanjang periode tersebut. Menurut dia, angka itu sudah cukup besar untuk mendorong program PSR.

“Kenapa dia akhirnya menurun?” ujarnya. “Jadi memang tantangannya di sini dilihat terkait dengan bebas kawasan hutan.”

Rino mengatakan, Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) telah menjelaskan secara singkat bagwa pemerintah telah mengatur terkait penyelesaian lahan dalam kawasan hutan.

Singkatnya, sambung dia, masyarakat diberikan keringanan dari sanksi atau denda dengan syarat lahan yang dimiliki seluas 5 hektare dengan pengusaan selama 5 tahun.

Rino menyebut masih ada sejumlah persyaratan teknis yang mesti ditempuh para petani sawit.

Di antaranya ada tahap verifikasi teknis yang nantinya bakal menentukan apakah lahan milik petani tersebut masuk ke dalam kawasan perhutnan sosial, TORA, atau perubahan peruntukan dan penggunaan kawsan hutan.

“Jadi memang tidak mudah, teman-teman yang masuk ke dalam kawasan hutan ini harus melalui verifikasi teknis yang memang cukup jelimet,” ujarnya.

“Ada timnya beranggotakan 11 orang, ada Kepala BPKH (Balai Pemantapan Kawasan Hutan), ada dinas ada dari perwakilan BPN (Badan Pertanahan Nasional), ada Camat, ada Lurah, semuanya harus menginfor, harus membuat berita acara, harus rekom ke pusat lagi, menko lagi,” tutur Rino.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini