News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

BBM Bersubsidi

Jelang Pemotongan Subsidi BBM, Pertamina Dilaporkan Tangguhkan Impor 1,2 Juta Barel Bensin

Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Antrean pengendara mengisi BBM jenis Pertalite di SPBU Araya, Jl Panji Suroso, Kota Malang, Selasa (30/8/2022). Pertamina dilaporkan telah menangguhkan beberapa pengiriman Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk bulan September.

Laporan Wartawan Tribunnews.com  Namira Yunia Lestanti

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pertamina dilaporkan telah menangguhkan beberapa pengiriman Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk bulan September.

Indonesia akan menunda impor kargo BBM sekitar 1,2 juta barel, dengan penangguhan ini nantinya jumlah impor bensin Pertamina di bulan September jadi turun sekitar 7 juta sampai 8 juta barel.

Pemangkasan impor BBM dilakukan Indonesia tepat setelah negara kepulauan ini menurunkan harga beberapa produk bahan bakar minyak, seperti harga Pertamax Turbo yang semula dibanderol sebesar Rp 17.900 - Rp 18.250 per liter kini turun menjadi Rp 15.900 - Rp16.600 per liter.

Baca juga: Stok Makin Menipis, Sisa Kuota BBM Jenis Pertalite Kini Tak Sampai 4 Juta Kilo Liter

“Indonesia selaku importir bensin terbesar di Asia telah menangguhkan beberapa pengiriman bensin untuk bulan September menjelang rencana pemotongan subsidi bahan bakar oleh pemerintah,” kata para pedagang minyak Asia di Singapura seperti dikutip dari reuters, Jumat (2/9/2022).

Mengutip dari laman Pertamina per 1 September 2022 harga BBM jenis Dexlite juga ikut turun dari semula Rp 17.800 - Rp 18.500 per liter menjadi Rp 17.100 - Rp 17.800 per liter, mengikuti yang lainnya Pertamina Dex dilaporkan turun dari semula dipatok Rp 18.900-Rp 19.600 per liter kini hanya dijual seharga Rp 17.400-Rp 18.100 per liter.

Sebelum harga BBM non subsidi resmi turun, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif telah lebih dulu memberikan sinyal terkait kenaikan harga BBM bersubsidi pada masyarakat Indonesia.

Menurut seorang sumber kepercayaan Reuters, kebijakan ini diambil Indonesia untuk mengantisipasi adanya pembengkakan anggaran subsidi, di tengah melonjaknya harga minyak dunia dan depresiasi atau penurunan nilai rupiah.

Namun setelah para investor dunia mulai membatasi konsumsi minyak mentah akibat bayang-bayang resesi di tengah meningkatnya nilai dolar, membuat permintaan minyak turun hingga harga minyak mentah Brent dan West Texas Intermediate (WTI) amblas ke level terendah selama sepekan.

Baca juga: Harga BBM Sebentar Lagi Naik, Kombes Zulpan: Ini Tindakan Mulia Pemerintah untuk Alihkan Subsidi

Penurunan inilah yang membuat Indonesia ikut menurunkan beberapa harga BBM-nya.

Pertamina hingga kini belum dapat dihubungi untuk dimintai komentar terkait pemangkasan impor bensin, namun imbas dari penangguhan impor tersebut margin penyulingan bensin Asia terhadap Brent ikut mencatatkan penurunan pada perdagangan di akhir Agustus kemarin.

Pertamina Sebut Stok Pertalite Cukup untuk 18 Hari dan Solar 20 Hari

Unit usaha PT Pertamina (Persero) yang bergerak di bidang perdagangan olahan minyak bumi, Pertamina Patra Niaga, memastikan stok bahan bakar minyak jenis Pertalite dan Solar subsidi dalam kondisi aman dalam beberapa hari ke depan.

Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting mengatakan, stok Pertalite secara nasional tersedia untuk 18 hari ke depan.

Sementara untuk solar, dalam kondisi tersedia untuk 20 hari ke depan.

Baca juga: Isu Kenaikan Harga BBM, Pengamat: Idealnya Pertalite Rp 10.000, Solar Rp 7.500

"Stok BBM nasional dalam posisi Pertalite ada di level 18 hari dan Solar ada di level 20 hari. Dan ini terus kami produksi untuk mencukupi kebutuhan masyarakat," ucap Irto kepada Tribunnews, Jumat (2/9/2022).

Dirinya juga membeberkan, penyaluran BBM subsidi tersebut juga terus mengalami peningkatan.

Berdasarkan data per akhir Agustus 2022, penyaluran Pertalite telah mencapai 19,5 juta kilo liter (KL).

Kemudian untuk BBM jenis solar subsidi, pada periode yang sama tercatat telah tersalurkan sebanyak 10,9 juta KL.

Jika dilihat lebih lanjut, kuota jenis BBM tersebut kian tipis.

Sebagai informasi, BBM jenis Pertalite dan Solar subsidi jumlah kuotanya dibatasi oleh Pemerintah.

Untuk Pertalite pada tahun ini jumlah kuotanya 23 juta KL. Sementara Solar subsidi jumlah kuotanya sebesar 14,9 juta KL.

Sehingga bila dilihat lebih rinci, stok Pertalite kurang dari 4 juta KL dan Solar subsidi juga dikisaran 4 juta KL.

Baca juga: BPH Migas Sebut Penyaluran BBM Subsidi Tepat Sasaran Butuh Regulasi yang Rinci

"Penyaluran pertalite hingga bulan agustus sudah mencapai 19.5 juta KL dari kuota 23.05 juta KL,” ucap Irto Ginting.

"Penyaluran solar hingga bulan agustus sudah mencapai 10.9 juta KL dari kuota yang diberikan ke Pertamina sebesar 14.9 juta KL," pungkasnya.

Pengamat: Idealnya Pertalite Rp 10.000, Solar Rp 7.500

Pengamat Energi sekaligus Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, harga jual Pertalite idealnya senilai Rp10.000 per liter.

Sementara, untuk solar ada baiknya dibanderol Rp7.500 per liter, dan untuk Pertamax sebaiknya dibanderol di kisaran Rp15.000 per liter.

“Angka ideal untuk pengurangan beban subsidi sehingga pertalite berubah menjadi Rp10.000 per liternya. Angka ini saya kira cukup ideal ditambah untuk solar menjadi Rp 7500-Rp 8000 per liter, dan Pertamax sekitar Rp14.800 atau Rp15.000,” ucap Mamit saat dihubungi Tribunnews, Jumat (2/9/2022).

Baca juga: Hitung-hitungan Harga BBM akan Diserahkan Jokowi Hari Ini, Luhut: Kita Sudah Hitung Cermat

Dirinya juga mengatakan, dengan naiknya harga BBM subsidi memang akan berdampak kepada inflasi harga konsumen. Namun, setidaknya penyesuaian harga baru tersebut tidak memberikan kontribusi lebih dari 2 persen kepada tingkat inflasi nasional.

“Hal ini memang akan berdampak terhadap inflasi yang kami perkirakan di angka maksimal 2 persen. Jika lebih besar dari angka-angka tersebut, saya khawatir inflasi di atas 2 persen. Hal ini akan berdampak cukup besar bagi ekonomi masyarakat,” papar Mamit.

Oleh karena itu, sebelum adanya kebijakan pengurangan subsidi, Pemerintah wajib memberikan bantuan sosial terlebih dahulu kepada masyarakat terdampak terutama kelompok rentan.

“Jika tidak diberikan bantalan (bansos) kelompok rentan ini akan merasakan dampaknya, padahal untuk mobil mereka sudah pasti tidak punya, motor juga jarang-jarang yang punya,” pungkas Mamit.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini