TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekjen Dewan Energi Mahasiswa (DEM) Indonesia Robi Juandry menyampaikan, dana besar impor untuk energi fosil, idealnya dapat digunakan untuk pembangunan berbagai sektor yang dibutuhkan masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, hingga Energi Baru Terbarukan (EBT).
“Untuk itu DEM Indonesia meminta agar impelementasi menuju transisi Energi dari energi fosil ke EBT harus menjadi opsi bersama. Dana besar impor untuk energi fosil, idealnya dapat digunakan antara lain untuk pengembangan energi baru terbarukan (EBT),” jelas Robi dalam keterangan yang diterima, Sabtu (3/9/2022).
Menurut Robi, paradigma berfikir menuju transisi energi ke energi bersih dan energi terbarukan, dapat mengurangi energi berbasis impor kepada energi berbasis domestik.
Baca juga: Dikhawatirkan Ciptakan Krisis Baru, Mahasiswa dan Pelajar Persatuan Islam Tolak Kenaikan Harga BBM
Dengan demikian, Indonesia bisa mengoptimalkan EBT menjadi energi listrik yang zero emission (rendah emisi karbondioksida).
“Dari sini kita bisa menghemat anggaran impor BBM sekaligus mendapatkan lingkungan dan udara yang bersih,” lanjut mahasiswa Teknik Kimia Universitas Riau tersebut.
Sejauh ini, lambatnya akselerasi EBT di Indonesia selalu dihadapkan pada alasan biaya investasi yang mahal.
"Kalau memang itu yang terjadi, maka seharusnya anggaran super besar yang digunakan untuk mengimpor dan subsidi BBM, lebih baik dialihkan untuk membiayai dan mensubsidi EBT. Sehingga rakyat Indonesia bisa mendapatkan energi yang murah sekaligus bersih."
Padahal di sisi lain, kata Robi, DEM Indonesia melihat besarnya potensi energi primer Indonesia yang berbasis energi baru terbarukan (EBT).
Antara lain pada panas bumi atau geothermal, cadangan yang dimiliki Indonesia mencapai 23,9 Gigawatt (GW) yang merupakan 40 persen cadangan geothermal dunia.
“Kalau orang bilang Arab adalah surganya minyak bumi, maka Indonesia adalah surganya geothermal. Paling besar dibandingkan negara-negara lain,” kata Robi.
Namun sayang, lanjut dia, kekayaan potensi geothermal Indonesia itu sejauh ini baru termanfaatkan tidak lebih dari 20%.
Baca juga: Salurkan BLT BBM, HMI Minta Pemerintah Pastikan Bantuan Tepat Sasaran
Belum lagi potensi EBT lainnya, seperi energi air, energi matahari, energi angin/bayu, dan potensi-potensi EBT lainnya yang berserak cukup banyak di seantero Nusantara, yang belum dimanfaatkan secara optimal.
Upaya pemerintah meningkatkan bauran energi pun hingga saat ini tidak pernah mencapai target.
Dalam kajian DEM Indonesia, jelas Robi, situasi yang timpang ini diakibatkan oleh tidak adanya political will yang jelas untuk beralih ke EBT.
Ditambah lagi perilaku masyarakat yang terlalu asyik dengan energi fosil BBM yang niscaya akan habis dan tak tergantikan.
“Kita terlalu asyik mengkonsumsi BBM hingga harus mengeluarkan anggaran raksasa untuk impor dan mensubsidi BBM, yang diketahui sangat tinggi emisi karbondioksida. Di sisi lain EBT yang merupakan energi bersih seolah diterlantarkan,” tegasnya.
Baca juga: Salurkan BLT BBM, HMI Minta Pemerintah Pastikan Bantuan Tepat Sasaran
Terkait itu pula, DEM Indonesia siap mengawal upaya pemerintah mengurangi anggaran subsidi BBM. Terutama, jika benar-benar dialihkan pada upaya membangun infrastruktur dan mensubsidi EBT.
“Sedangkan meminimalisir dampak inflasi akibat kenaikan harga BBM subsidi, Pemerintah dapat menggelontorkan Bantuan Sosial kepada rakyat miskin,” lanjutnya.
Selain itu, DEM Indonesia juga mendesak kepada Pemerintah dan DPR untuk sesegera mungkin merampungkan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan, sehingga pembangunan industri energi baru dan energi terbarukan di negeri ini dapat berjalan pesat, menyongsong masa depan baru Indonesia Emas.
Menko Airlangga: Kita Tunggu Saja
Keputusan terkait kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi oleh pemerintah masih terus dinantikan masyarakat.
Isu kenaikan BBM jenis Pertalite dan Solar kian menguat dari hari ke hari seiring digelontorkannya tiga jenis bantuan sosial (bansos) terbaru.
Terkait rencana penyesuaian harga BBM bersubsidi itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pun meminta masyarakat untuk menunggu keputusan resmi. Hal itu diungkapkannya ketika ditanyai oleh awak media soal waktu pasti pengumuman kenaikan harga BBM bersubsidi.
Baca juga: Ekonom: Tidak Akan Terjadi Deflasi di Kuartal III 2022 Jika Harga BBM Naik
"Kita tunggu saja (kapan kenaikan harga BBM bersubsidi diumumkan)," ujarnya saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (2/9/2022).
Pada saat ditemui wartawan, Airlangga memang baru tiba di kantornya setelah sebelumnya sempat pergi dengan membawa sebuah dokumen.
Ketika ditanyai terkait apakah sebelumnya dia pergi ke Istana Negara untuk menyerahkan dokumen terkait harga BBM terbaru, dia hanya berkomentar singkat.
"Saya tidak dari istana," kata Airlangga.
Sebelumnya, sejumlah menteri menyatakan bahwa keputusan akhir terkait BBM bersubsidi berada tangan di Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca juga: Eks Menteri ESDM Sudirman Said Minta Pemerintah Jujur soal Permasalahan Energi hingga BBM Subsidi
Namun, hingga hari ini, Kepala Negara belum juga mengumumkan kebijakan mengenai BBM bersubsidi.
Namun di tengah hangatnya isu rencana kenaikan harga Pertalite dan Solar, pemerintah memutuskan menambah anggaran bansos.
Penambahan anggaran itu disebut-sebut sebagai sinyal akan segera adanya kenaikan harga BBM bersubsidi.
Adapun pemerintah menambah anggaran bansos sebesar Rp 24,17 triliun untuk masyarakat.
Bansos tersebut mencakup pemberian bantuan langsung tunai (BLT), bantuan subsidi upah (BSU), dan bantuan untuk angkutan umum.