TRIBUNNEWS.COM - Pengamat sekaligus akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia, Berly Martawardaya menilai penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) berguna untuk menyeimbangkan fungsi utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Berly mengungkapkan, terdapat fungsi APBN yang terganggu dalam penerapannya di lapangan.
Hal ini dikarenakan adanya fakta lebih banyaknya masyarakat kelas atas yang justru menikmati subsidi BBM.
"Fungsi distribusi yang agak terganggu kemarin, jadi ada trade off antara stabilisasi dan distribusi karena yang diuntungkan adalah masyarakat menengah ke atas," ungkapnya kepada Tribunnews, Senin (5/9/2022).
Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) ini mengungkapkan, BBM bersubsidi jenis Pertalite 80 persen dinikmati masyarakat mampu.
"Yang Solar bahkan 95 persen," imbuhnya.
Baca juga: Pemerintah Berikan BLT BBM Rp 150 Ribu selama 4 Bulan di 2022, Ini Penjelasannya
Sehingga, Berly menyebut sangat penting bagi pemerintah untuk berupaya membuatnya seimbang kembali.
"Jadi tidak balance antara fungsi-fungsi ini. Sehingga (pemerintah) harus memilih, harus memprioritaskan bagaimana caranya mengalokasikan, itu fungsi ketiga APBN; harus dihitung yang dampaknya tinggi ke masyarakat," tambahnya.
Bebani APBN
Selain tidak tepat sasaran, lanjut Berly, subsidi BBM yang selama ini membebani APBN ternyata nilainya juga sudah tinggi.
"Ketika kita hitung, kemarin kalkulasinya ternyata tidak cukup hingga (APBN) ditambah menjadi Rp 252,5 triliun itu masih tidak cukup, ternyata masih perlu ditambah lagi Rp 195,6 triliun sehingga totalnya Rp 448,1 triliun."
"Itu berarti dari APBN belanja sekitar Rp 3.000 triliun itu sekitar 15 persen. Kalau itu diteruskan, sampai akhir tahun kita biarkan itu 15 persen mendekati alokasi untuk pendidikan, 20 persen," urainya.
Baca juga: Tekan Inflasi Akibat Kenaikan Harga BBM, BI Bakal Kerek Suku Bunga Acuan Hingga 100 Bps
Berly juga mengungkap pentingnya menjaga keberimbangan antara ketiga fungsi utama dari APBN, yakni stabilisasi, distribusi dan alokasi.
Yaitu agar supaya anggaran negara terus cukup untuk mengawal agenda pemulihan ekonomi.