TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif CORE Indonesia Muhammad Faisal menilai pembatasan penyaluran BBM bersubsidi harus dilakukan.
Dia mengatakan kebijakan itu guna menyelamatkan APBN.
"Pembatasan penyaluran BBM Subsidi itu yang harusnya lebih dulu. Karena jika tidak maka beban APBN tetap akan tinggi. Apalagi gap harga antara Pertamax dan Pertalite masih besar," ujar Faisal dalam keterangannya, Selasa (6/9/2022).
Faisal menuturkan gap antara harga jual antara Pertamax dan Pertalite sanggat tinggi sebelum ada kenaikan.
Tak heran, masyarakat memilih menggunakan pertalite dan membuat stok cepat habis.
Baca juga: Manajemen Gojek Beri Sinyal Tarif Ojol Bakal Naik Imbas Penyesuaian Harga BBM
Setelah ada kenaikan, gap antara dua jenis BBM itu semakin mengecil.
"Potensi shiftingnya tetap ada. Mengingat saat itu yang membuat masyarakat berbondong Pertalite karena salah satunya dipicu dari kenaikan harga Pertamax," ujar Faisal.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memastikan pemerintah tetap akan melakukan pembatasan konsumsi BBM Subsidi.
Meski kenaikan harga jual sudah dilakukan, namun tanpa pembatasan maka porsi beban subsidi di APBN tetap akan tinggi.
"Prinsip dari subsidi ini kan harusnya ke masyarakat yang berhak. Kita tetap berusaha untuk subsidi tepat sasaran," ujar Suahasil secara daring.
Suahasil menjelaskan sampai saat ini BBM subsidi masih dijual bebas. Meski ada kenaikan harga, namun tetap ada gap harga yang masih menjadi tanggungan APBN.
Maka, opsi untuk melakukan pembatasan tetap akan dilakukan pemerintah.
"Kita berusaha lebih tepat sasaran, misalnya ya mobil bagus jangan dong beli Pertalite. Kalau kendaraan umum, kendaraan kecil masih boleh. Ini akan diatur lebih lanjut," ujar Suahasil.
Aturan UMR harus direvisi
Keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak
Baca juga: Buruh Kepung DPR Tolak Kenaikan BBM, Ribuan Polisi Berjaga Lakukan Tugas Pengamanan
(BBM) jenis pertalite, solar dan pertamax berimbas kepada naiknya harga komoditi seperti sembako dan lainnya.
Sektor transportasi publik juga tidak luput dari imbas tersebut.
Terkait hal itu Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Berly Martawardaya menilai sudah saatnya ada revisi mengenai Upah minimum Regional (UMR) di PP Nomor 36 Tahun 2021.
Karena menurut Berly realokasi subsidi BBM secara historis akan meningkatkan inflasi khususnya sembako dan makanan.
"Nelayan misalnya yang dalam proses mencari ikan menggunakan solar, perlu perlindungan dan bantuan khusus sehingga tidak kehilangan mata pencariannya. Revisi mengenai aturan upah juga harus dipikirkan," kata Berly dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Selasa(6/9/2022).
Berly juga menambahkan bahwa rencana kenaikan harga transportasi publik perlu dihitung seksama secara supaya tidak terlalu tinggi dan melebihi kenaikan biaya operasi terlalu tinggi. Formula kenaikan juga perlu direvisi sehingga setidaknya setara dengan inflasi untuk melindungi daya beli pekerja.
"Juga perbaikan transportasi publik di wilayah urban dan perlunya ditetapkan kerja dan kuliah dari rumah setidaknya 40 persen atau dua hari seminggu untuk mengurangi penggunaan BBM dan emisi karbon dalam jangka menengah," ujar Berly.