TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) diberitakan segera melakukan initial public offering (IPO) pada Oktober depan.
Kabar yang didapatkan dari Kontan.co.id, PGE akan melepas seperempat atau 25 persen dari valuasi modal PGE yang diperkirakan saat ini telah mencapai 2,2 miliar dolar AS atau Rp 32 triliun.
Sumber Kontan juga menyebut, langkah melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) tersebut akan dilakukan karena anak usaha PT Pertamina (Persero) mengincar dana sebesar Rp 8 triliun.
Saat dikonfirmasi Kontan.co.id, Corporate Secretary PGE Muhammad Baron mengatakan belum bisa berkomentar atas kabar tersebut.
Baca juga: Dirut PGE Beberkan Strategi Pertamina Geothermal Energy Dalam Mencapai Target Perusahaan
"Kami sedang terus fokus dalam operasi dan tentu mengikuti arahan pemegang saham," kata Baron saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (14/9).
Menurutnya, sebagai perusahaan pengelola energi panas bumi, PGE terus mengembangkan usaha dalam mendukung program pemerintah mencapai net zero emission (NZE).
Direktur Penilaian Bursa Efek Indonesia (BEI) Gede Nyoman Yetna juga belum dapat menginformasikan hal tersebut.
Pasalnya, BEI belum dapat menyampaikan informasi terkait nama perusahaan dalam pipeline IPO sebelum ada izin publikasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Hingga tanggal 14 September 2022, Nyoman menyatakan terdapat 28 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham BEI.
"Dari 28 calon perusahaan tercatat dalam pipeline pencatatan saham, beberapa diantaranya bergerak pada sektor energi, teknologi, dan keuangan yang menargetkan emisi lebih dari Rp 1 triliun," ungkap Nyoman.
Sementara itu Analis Phillip Sekuritas Helen mengatakan, likuiditas di pasar saham masih mencukupi untuk menyerap IPO bernilai jumbo. Ada sejumlah hal yang menjadi faktor pendukung.
Baca juga: Dukung Transisi Energi Berkelanjutan, PGE Inisiasi Proyek Energi Panas Bumi di Tomohon
Pertama, pemulihan ekonomi Indonesia setelah aktivitas ekonomi berjalan normal kembali.
Kedua, pertumbuhan jumlah investor khususnya investor ritel yang menjadi indikasi bahwa semakin banyak masyarakat yang melek akan investasi dan saham sebagai salah satu instrumen investasi pilihan
Meskipun begitu, kinerja perusahaan yang akan IPO juga menjadi pertimbangan.
Mulai dari pertumbuhan pendapatan dan laba, rasio keuangan, posisi di industri, jumlah utang, sampai dengan jumlah saham yang akan dikeluarkan.
Analis Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan juga meyakini, pasar akan mampu menyerap IPO dengan nilai fantastis tersebut.
Pasalnya, di masa pandemi, setidaknya ada dua kali IPO dengan emisi di atas Rp 10 triliun dan keduanya mengalami kelebihan permintaan. Artinya, likuiditas sebetulnya tersedia di pasar.
Baca juga: Lampaui Target, PGE Produksi Listrik 4.618,27 GWh
"Yang perlu diperhatikan justru adalah calon emiten yang berencana melakukan IPO. Bagaimana bisnisnya, kondisi keuangannya, rencana penggunaan dana hasil IPO, hingga kebijakan dividen. Semuanya adalah faktor yang menentukan kesuksesan dari suatu IPO," tutur Valdy.
Tren suku bunga yang relatif masih rendah pada saat ini juga menjadikan pasar modal sebagai alternatif investasi yang relatif cukup atraktif.
Mengingat, rata-rata kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dari 2008-2021 sebesar 10,52 persen per tahun. (Nur Qolbi/Anna Suci Perwitasari)