News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Resesi Ekonomi

Inggris Diambang Resesi Setelah Ekonomi Negaranya Menyusut 0,3 Persen pada Agustus 2022

Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

National Institute of Economic and Social Research (NIESR) menyatakan, akibat resesi ekonomi, rata-rata pendapatan penduduk Inggris yang dapat dibelanjakan akan turun 2,5 persen dan tetap 7 persen di bawah tingkat pra-Covid hingga 2026.

Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni

TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Ekonomi Inggris secara tidak terduga menyusut pada Agustus 2022, sehingga memperkuat prediksi bahwa negara dengan julukan The Black Country ini akan jatuh ke dalam resesi.

Produk Domestik Bruto (PDB) Inggris berkontraksi 0,3 persen di Agustus, menurut pernyataan resmi yang dirilis Biro Statistik Nasional (ONS) pada Rabu (12/10/2022).

Melansir dari Reuters, lemahnya aktivitas manufaktur serta pemeliharaan ladang minyak dan gas di Laut Utara (North Sea) berkontribusi pada penurunan PDB Inggris.

"Tekanan berkelanjutan pada keuangan rumah tangga terus membebani pertumbuhan, dan kemungkinan telah menyebabkan ekonomi Inggris memasuki resesi teknis dari kuartal ketiga tahun ini," kata kepala ekonom di KPMG UK, Yael Selfin.

Baca juga: IMF Prediksi Dua Negara G7 Ini Masuk Jurang Resesi di 2023

Produksi manufaktur Inggris pada Agustus turun 1,6 persen dari bulan sebelumnya. Pemeliharaan ladang minyak dan gas di Laut Utara telah menghantam sektor pertambangan dan penambangan yang mencakup minyak dan gas, sehingga merosot 8,2 persen.

"Banyak layanan yang dihadapi konsumen lainnya berjuang, dengan ritel, penata rambut, dan hotel semuanya bernasib relatif buruk," kata Kepala Ekonom di ONS, Grant Fitzner.

PDB Inggris di bulan September diperkirakan akan melemah karena hari libur umum untuk menandai pemakaman Ratu Elizabeth II.

Lebih jauh ke depan, ekonomi Inggris tampaknya akan melambat tajam karena lonjakan inflasi menghantam konsumen rumah tangga dan memaksa Bank Sentral Inggris atau Bank of England (BoE) menaikkan suku bunga dengan cepat.

Seorang ekonom di Pantheon Macroeconomics, Samuel Tombs mengatakan sekitar sepertiga konsumen rumah tangga di Inggris tidak lagi memiliki tabungan, dan 30 persen dari mereka yang memiliki hipotek kemungkinan akan mengurangi pengeluaran karena naiknya biaya pinjaman.

"Kombinasi dari pukulan berkepanjangan terhadap pendapatan riil dari pembiayaan kembali hipotek, kelambatan yang biasa terjadi antara perubahan sentimen perusahaan dan keputusan pengeluaran, dan kendala yang sekarang dihadapi pembuat kebijakan makro menunjukkan bahwa resesi tidak akan berakhir paling cepat akhir 2023," ujar Tombs.

Dana Moneter Internasional (IMF) pada Selasa (11/10/2022) lalu memperkirakan PDB Inggris hanya tumbuh 0,3 persen pada tahun 2023.

Namun angka tersebut lebih kuat dari proyeksi IMF untuk ekonomi Jerman dan Italia, yang diperkirakan akan menyusut tahun depan karena pemotongan pasokan gas Rusia.

Perdana Menteri Inggris Liz Truss dan Menteri Keuangan Inggris Kwasi Kwarteng telah berjanji untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Namun rencana mereka untuk memotong pajak diyakini dapat mengirim pasar keuangan Inggris ke dalam "kekacauan", dan dapat meningkatkan ekspektasi seberapa cepat BoE akan mendorong biaya pinjaman.

BoE juga berusaha memperlambat lonjakan suku bunga pasar yang telah menempatkan dana pensiun di bawah tekanan yang berat. Bank sentral Inggris dilaporkan akan mengakhiri skema dukungan pembelian obligasi darurat pada hari Jumat (14/10/2022).

Namun menurut laporan dari Financial Times, yang mengutip tiga orang sumber, mengatakan BoE telah memberi isyarat bahwa pihaknya siap melanjutkan program darurat jika kondisi pasar menuntutnya untuk melanjutkan langkah tersebut.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini