Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Royke Tumilaar mengakui prospek ekonomi Indonesia berpotensi mengalami konstraksi di semester II tahun ini alias tidak lagi seimpresif performa di semester I 2022.
Namun, perseroan masih melihat indikator makro ekonomi di Indonesia akan cukup sehat dibandingkan negara lain, dengan inflasi hingga September berada pada level 6 persen.
"Inflasi tersebut masih cukup wajar untuk ukuran negara berkembang dan tahun depan diperkirakan membaik di bawah 4 persen," ujarnya dalam konferensi pers, Senin (24/10/2022).
Meski tren perlambatan ekonomi global cukup mengkhawatirkan, perekonomian Indonesia diperkirakan relatif stabil didukung bauran kebijakan fiskal dan moneter yang efektif untuk menjaga stabilitas.
Royke mengungkapkan, indikator kestabilan eksternal ekonomi Indonesia terus membaik, terutama dari cadangan devisa kuat serta tingkat eksposur utang luar negeri yang rendah.
“Tentu kita perlu mewaspadai potensi meningkatnya risiko yang akan dihadapi oleh perekonomian dan perbankan Indonesia ke depan. Untuk itu, perseroan mengambil langkah proaktif untuk menjaga profitabilitas dapat sustain dalam jangka panjang,” katanya.
Strategi pertumbuhan BNI, lanjutnya, akan tetap fokus pada segmen yang memiliki return atraktif dengan kualitas kredit baik, seperti korporasi sektor unggulan dan value chain-nya, pinjaman payroll di segmen konsumer, serta KUR di segmen kecil.
Baca juga: Laba BNI Tumbuh 76,8 Persen Jadi Rp 13,7 Triliun di Kuartal III 2022
Dengan strategi konservatif ini, Net Interest Margin (NIM) diperkirakan akan berada di level moderat, yang akan dikompensasikan dengan Cost of Credit atau biaya CKPN rendah dan fee income optimal dari transaksi nasabah.
Baca juga: Dirut BNI: Era Suku Bunga Rendah Sudah Berakhir
“Kami percaya ini adalah strategi yang tepat di tengah turbulensi ekonomi global, untuk memberikan hasil yang optimal dan sustainable bagi para pemegang saham kami," pungkas Royke.