News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pembatasan Covid-19 Jadi Biang Kerok Krisis Pangan di Korea Utara

Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gambar ini diambil pada 17 Mei 2022 dan dirilis dari Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) resmi Korea Utara pada 18 Mei menunjukkan kota Pyongyang di mana langkah-langkah blokade diambil untuk mengekang penyebaran virus corona Covid-19. Korea Utara meningkatkan pembatasan pada wilayah perbatasannya selama pandemi Covid-19, sehingga memperparah kekurangan makanan, obat-obatan, dan kebutuhan lainnya. (Photo by KCNA VIA KNS / AFP)

Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
 
TRIBUNNEWS.COM, PYONGYANG - Korea Utara meningkatkan pembatasan pada wilayah perbatasannya selama pandemi Covid-19, sehingga memperparah kekurangan makanan, obat-obatan, dan kebutuhan lainnya.

Menurut analisis citra satelit kelompok hak asasi manusia Human Rights Watch (HRW), Otoritas Korea Utara telah memberlakukan pembatasan yang berlebihan dan tidak perlu sejak Januari 2020, termasuk peningkatan pos jaga dan patroli jalan.

Melansir dari Al Jazeera, peningkatan keamanan mencakup penambahan 169 pos jaga dan hampir 20 kilometer pagar baru dipasang di sekitar kota perbatasan Hoeryong, yang menjadi titik transit populer untuk penyelundupan dan perdagangan, selama November 2020 hingga April 2022.

Baca juga: Program Food Estate Dinilai Tepat Untuk Hadapi Ancaman Krisis Pangan

HRW mengatakan pihaknya telah berbicara dengan lima pembelot Korea Utara yang terlibat dalam penyelundupan barang masuk atau keluar dari negara itu, dan mereka mengatakan tidak dapat melakukan aktivitas sejak Februari 2020.

“Pemerintah Korea Utara menggunakan tindakan yang diklaim sebagai Covid-19 untuk lebih menekan dan membahayakan rakyat Korea Utara. Pemerintah harus mengarahkan energinya untuk meningkatkan akses ke makanan, vaksin dan obat-obatan, dan menghormati kebebasan bergerak dan hak lainnya,” kata peneliti senior Korea di HRW, Lina Yoon.

Yoon mengatakan pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa mengandalkan distribusi makanan dan barang-barang penting yang dikelola negara hanya akan memperkuat represi dan dapat menyebabkan kelaparan dan bencana lainnya.

Direktur kerja sama internasional di Pusat Basis Data Hak Asasi Manusia Korea Utara (NKDB), Hanna Song, yang tidak terlibat dalam penerbitan laporan HRW, mengatakan temuan itu mencerminkan data lain, yaitu penurunan tajam dalam pembelotan ke Korea Selatan, yang turun dari 1.047 orang pada 2019 menjadi hanya 42 orang pada tahun ini.

“Menggunakan Covid-19 telah menjadi alasan yang bagus bagi rezim Kim Jong Un untuk memberi tahu rakyatnya bahwa mereka melindungi mereka, sementara sebenarnya hanya memenuhi tujuan mereka untuk mengisolasi rakyat Korea Utara,” kata Song.

"Dengan demikian, NKDB dapat melihat bahwa Korea Utara tidak sepenuhnya tertutup,” tambah Song.

"Dalam survei yang dilakukan NKDB, dengan 399 pelarian Korea Utara pada September 2022, 71 orang mengatakan mereka telah mengirim uang ke Korea Utara pada tahun 2022 dan 87 orang telah melakukan kontak dengan anggota keluarga di Korea Utara," ungkap Song.

Korea Utara yang dipimpin Kim Jong Un, menjadi negara pertama yang menutup perbatasannya sebagai tanggapan terhadap Covid-19 pada Januari 2020, melarang hampir perjalanan internasional dan sangat membatasi kegiatan ekonomi dengan negara tetangga China, yang menjadi sumber sekitar 90 persen dari perdagangannya.

Baca juga: Pembukaan KTT G20 Bali, Jokowi Ingatkan Krisis Pangan dan Energi di Tengah Pandemi Covid-19

Menurut Program Pangan Dunia, Korea Utara termasuk di antara negara-negara termiskin di Asia, dengan lebih dari 40 persen penduduknya kekurangan gizi dan membutuhkan bantuan kemanusiaan.

Pada Agustus, Pyongyang mengumumkan kemenangan atas penyebaran wabah virus Corona, setelah menyalahkan kasus pertamanya atas virus tersebut pada negara tetangga Korea Selatan.

Pihak berwenang mengklaim hanya 74 orang yang meninggal akibat virus tersebut, meskipun melaporkan lebih dari 4,7 juta infeksi.

Para pakar medis meragukan tingkat kematian mengingat sistem perawatan kesehatan Korea Utara yang lemah dan kurangnya vaksin, dan dampak Covid-19 di negara lain.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini