Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) memastikan produksi beras nasional dalam kondisi aman.
Apalagi, akan ada peluang tambahan stok mengingat produksi periode Oktober-Desember 2022 diperkirakan mencapai 5-6 juta ton beras.
"Periode Oktober-Desember 2022 ini diprediksi akan ada gabah kering giling (GKG) mencapai 10,24 juta ton. Kalau jadi beras, kira-kira 5 hingga 6 juta ton," kata Direktur Serealia Ditjen Tanaman Pangan Kementan, Moh Ismail Wahab, dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Minggu (20/11/2022).
Baca juga: Kementan: Stok Beras Nasional Sampai Akhir Tahun Aman
Perkiraan tersebut membuat produksi padi pada periode Oktober-Desember 2022 lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun lalu.
Kenaikannya 15,06 persen atau setara 1,34 juta ton GKG. Total produksi padi 2022 diproyeksikan meningkat 2,31% (1,25 juta ton) dari 2021 sehingga secara kumulatif mencapai 55,67 juta ton.
Jika dikonversi ke beras, produksi tahun 2022 diperkirakan mencapai 32 juta ton. Sementara kebutuhan konsumsi setahun sebesar 30,2 juta ton.
Artinya, pada tahun ini diperkirakan surplus beras mencapai 1,8 juta ton. Apabila ditambah surplus tahun sebelumnya, jumlah surplus mencapai 5,7 juta ton beras.
Baca juga: Pj Gubernur DKI Heru Budi Pastikan Stok Beras di Ibu Kota Cukup Jelang Nataru 2023
Ismail mengakui harga beras saat ini sedang naik. Ini karena ada kenaikan harga komponen-komponen penyusun harga beras.
"Kalau tidak ada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan harga pupuk, setiap tahun harga gabah di musim saat ini (Oktober-Desember) selalu tinggi daripada musim tanam sebelumnya," tuturnya.
"Sekarang makin tinggi (harga beras) karena petani pakai pupuk nonsubsidi yang harganya jauh lebih mahal, harga BBM naik, hingga harga upah juga naik sekitar Rp20.000 sampai Rp25.000 ribu per hari," sambung Ismail.
Kenaikan harga beras juga dipicu sentimen negatif terhadap cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola Perusahaan Umum Bulog yang dianggap tipis.
"Mereka (pasar) berpikir bahwa pemerintah tidak punya alat untuk memberikan sentimen positif dalam menekan harga karena stok tidak banyak," imbuh dia.
Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menjelaskan saat ini CBP menipis. Itu terjadi karena prdouksi padi terbatas dan harga jual tinggi.
Baca juga: Indef Minta Bulog Fokus Serap Beras Petani Dibanding Menekankan Impor