Laporan Rartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rel trem yang ditemukan di pembangunan MRT Jakarta CP202 menyimpan banyak kisah di dalamnya.
Dahulu, rel trem di Batavia ini menjadi semacam percobaan sebelum dipakai di Belanda.
Rel trem tersebut juga yang pertama di Asia dan tertua di Indonesia.
Baca juga: PT MRT Jakarta Temukan Rel Trem Peninggalan Belanda di Kawasan Glodok
"Ketika penggunaan kendaraan massal berhasil di Batavia, di Belanda baru dipakai. Sama seperti saluran air. Di sini berhasil, di Belanda baru dipakai," ujar arkeolog yang bertugas, Charunia Arni, ketika ditemui beberapa hari lalu di lokasi penemuan.
Rel trem ini pertama kali dibangun ketika politik tanam paksa.
Pemerintah Belanda dituntut membuat transportasi massal yang tidak hanya gerobak ditarik kuda.
Mereka dituntut membuat transportasi yang bisa membawa sayur-sayuran, kopi, dan teh dalam jumlah banyak. Bahkan sekelompok manusia sekalipun.
"Kemudian muncul pemikiran membangun rel trem di Batavia. Itu ide muncul tahun 1860 yang disebarkan melalui surat kabar bernama Java-bode. Orang-orang tahu dari situ," kata Charunia.
Baca juga: Rel Trem Peninggalan Belanda yang Ditemukan saat Pembangunan Proyek MRT akan Disimpan oleh Perum PPD
Lalu, pada 1866 ijin pembangunan itu keluar dan tiga tahun kemudian rel trem tersebut beroperasi di Batavia.
Rel trem pertama adalah jalur dari Gerbang Amsterdam Pasar Ikan ke Harmoni.
Kala itu, rel trem masih menggunakan tenaga 2-4 ekor kuda yang menarik 2-3 gerbong sekaligus.
Lama kelamaan, kuda mulai berjatuhan karena beban yang ditarik terlalu berat
Operator trem juga merugi karena biaya kuda dan pakannya yang tinggi.
Tak hanya itu, orang-orang Eropa yang merasa superior risih karena gerbongnya tidak dipisah. Mereka disatukan bersama orang Asia Timur dan pribumi.
"Kota juga jadi kotor karena kuda buang hajat sembarangan," ujar Charunja.
Kemudian, muncul ide mengganti kereta tenaga kuda menjadi tenaga uap.
Pada 1898, tenaga kuda resmi diganti menjadi tenaga uap.
Baca juga: PT MRT Jakarta Temukan Rel Trem Peninggalan Belanda di Kawasan Glodok
Batang rel disesuaikan dengan trem uap. Lokomotif didatangkan dari Jerman. Gerbong-gerbong didatangkan dari Belgia dan Belanda.
Pada saat operasi rel trem uap, gerbong mulai dibagi menjadi tiga kelas.
Kelas 1 bagi orang-orang Eropa. Kelas 2 bagi orang Eropa satu kelas di bawahnya dan orang Asia Timur. Lalu, gerbong 3 bagi pribumi.
"Permasalahan kembali muncul. Trem sering mogok saat musim hujan karena terlalu dingin. Sebab, lokomotif yang didatangkan dari Jerman bukan diuapkan. Tidak ada kayu bakar yang memanskan ketel uap. Jadi, ketel uap di sini tidak seperti itu," katanya.
Pengisian di depo diisi dengan uap bertekanan tingi yang sebelumnya sudah diproses.
Tak hanya mogok, saat pengisian kerap terjadi ledakan.
"Jadi, pemerintah Belanda sepakat mengganti trem uap mejadi trem lsitrik. Relnya juga ikut diganti agar menyesuaikan," kata Charunia.
Baca juga: Rel Trem Peninggalan Belanda yang Ditemukan saat Pembangunan Proyek MRT akan Disimpan oleh Perum PPD
Rel trem listrik itu yang kemudian ditemukan di kawasan Harmoni, Sawah Besar, Mangga Besar, dan Pintu Besar Selatan dari Glodok.
Sedangkan rel trem uap dan trem kuda sudah tidak ada bekasnya.