Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Inflasi global diperkirakan mencapai level tertingginya dengan melesat mencapai 9,8 persen pada akhir 2022, sebelum akhirnya turun menjadi 5,3 persen di kuartal terakhir 2023 mendatang.
Melansir dari Bloomberg Economics angka tersebut naik dari proyeksi sebelumnya, imbas dari melonjaknya harga pangan dan energi di seluruh dunia.
Gejolak geopolitik yaitu perang Rusia dan Ukraina tak hanya mendorong kemunduran ekonomi pada kedua negara ini, namun juga telah memicu kontraksi pada pasar global.
Baca juga: Tingkat Inflasi Zona Euro Bulan Ini Turun Jadi 10 Persen
Ini terjadi lantaran Rusia dan Ukraina merupakan salah satu negara eksportir pangan dan energi terbesar di dunia, namun setelah invasi pecah kegiatan ekspor di kedua negara ini menjadi terganggu. Alasan tersebut yang kemudian memicu munculnya krisis di pasar global.
Kondisi tersebut kian diperparah dengan adanya pengetatan moneter dengan menaikan suku bunga acuan seperti yang dilakukan The Fed. Meski langkah agresif ini diklaim dapat menjauhkan AS dari jurang resesi, namun sayangnya kebijakan tersebut perlahan memicu penguatan dolar AS, dan berimbas pada meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan pasar global.
Sebelum analis Bloomberg memproyeksikan kenaikan laju inflasi pasar global ke puncak tertinggi, kepala Ekonom dan Direktur Departemen Riset IMF Pierre-Olivier Gournichas telah lebih dulu memprediksi bahwa pasar global akan menghadapi lonjakan inflasi terbesar di tahun ini.
Gournicha mengungkap lonjakan inflasi akan meluas dengan menyerang sejumlah negara-negara maju salah satunya Eropa. Mengingat inflasi di zona UE telah melonjak di kisaran 10,7 persen pada Oktober 2022 (year-on-year/yoy), jauh melebihi median perkiraan ekonom dalam survei Bloomberg sebesar 10,3 persen.
Sementara itu untuk negara-negara berkembang, Gournicha memperkirakan inflasi meningkat dari 5,9 persen pada 2021 menjadi 9,9 persen pada akhir 2022.
Baca juga: Hadapi Tantangan Resesi, Sandiaga Uno: Desa Wisata Jadi Solusi Kebangkitan Ekonomi Indonesia
Kondisi ini akan terus terjadi hingga 2023 mendatang, meski pasar global tengah mengalami kontraksi namun Tom Orlik, kepala ekonom Bloomberg menyebut bank sentral sejumlah negara akan terus melakukan pengetatan moneter guna menekan perlambatan ekonomi.