Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selama pandemi, ASEAN Foundation dan Maybank Foundation menjalankan program eMpowering Youth Across ASEAN (EYAA) Cohort 2. Program ini adalah satu dari sembilan proyek lain yang diimplementasikan dalam wujud Pusat Peningkatan Mata Pencaharian (The Improvement of Livelihood Center) di All Light Village di komunitas Sitio Tamale di Nueva Ecija, Filipina.
Tujuannya, untuk meningkatkan taraf hidup satu juta rumah tangga di ASEAN pada tahun 2025. Secara khusus, program Cohort 2 ini ditujukan untuk pemberdayaan pemuda di ASEAN.
Baca juga: Petani Banyumas Dapat Bantuan Pemasangan Sambungan Listrik
Keberhasilan proyek ini diakui oleh semua kelompok pemuda yang berpartisipasi dalam pembelajaran mengenai budidaya jamur organik sebagai sumber pendapatan alternatif. Camille Joyce Lisay, 24 tahun, asal Filipina, dan Ronalisa Santiago, 20 tahun, mahasiswa dari Nueva Ecija University of Science and Technology, mengambil bagian dalam inisiatif ini.
Usia muda bukan penghalang bagi mereka untuk berkontribusi kepada komunitas sekitar. Keduanya terlibat dalam program ini dengan alasan yang berbeda. Camille memutuskan berpartisipasi dalam program tersebut karena terinspirasi kisah perjuangan hidup masyarakat adat di daerah terpencil dengan keterbatasan dalam mencari sumber mata pencaharian alternatif.
Ronalisa bergabung karena ingin mencari peluang yang lebih baik melalui keterampilan yang didapatnya dari program ini. Seperti kebanyakan orang lain di daerah itu, Ronalisa berasal dari keluarga petani berpenghasilan rendah yang tidak memiliki sumber pendapatan yang stabil karena tergantung pada musim tanam.
"Jika bukan musim panen, para pria di komunitas kami bekerja di lokasi konstruksi atau bertani di tanah orang lain," ungkap Ronalisa.
Selain itu, Program eMpowering Youth Across ASEAN (EYAA) Cohort 2 berbeda dengan program lain, karena target penerima manfaatnya berfokus pada para pemuda di desa. Cara-cara bertani tradisional adalah pengetahuan yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi.
Meskipun metode ini masih bisa diterapkan saat ini, namun pembelajaran melalui program yang disukai remaja dapat memberikan manfaat tak ternilai sembari mengajarkan metode pertanian terbaru dari para ahli. Oleh karena itu, Ronalisa tertarik menjadi mahasiswa pertama yang mengikuti program tersebut.
Baca juga: Indonesia Jadi Pasar Penting, Syngenta Genjot Produktivitas Lahan Petani Jagung
Proyek ini berkisar pada penyediaan pelatihan teknis tentang produksi jamur organik, yang meningkatkan angka tenaga kerja lokal sebesar 30 persen.
Proyek ini juga membantu para pemuda dari masyarakat adat Sitio Tamale untuk membangun keterampilan kewirausahaan mereka. Selama pelaksanaan proyek ini, Camille, yang saat ini bekerja sebagai Senior Communications Associate di COMCO Asia Tenggara, mendapatkan pengalaman yang amat besar dan mendalam.
Dia bertindak sebagai Project Controller di proyek tersebut, dan dia pergi sendiri ke sana karena proyek itu terletak di negara asalnya, Filipina. Camille mengawasi pelaksanaan proyek, di mana mereka mengajari para pemuda Sitio Tamale cara bertani jamur organik.
Ronalisa, sebagai penerima manfaat dari program tersebut, mengakui bahwa proyek tersebut berdampak positif pada penghidupan dirinya dan orang lain di masyarakat.
Program ini telah mempertemukan Ronalisa dengan organisasi yang membantu dia dan anak muda seperti dirinya untuk mempelajari keterampilan baru dan menyediakan sumber daya untuk meningkatkan kondisi kehidupan mereka.
Baca juga: Trend Petani Menurun Di Indonesia Bootcamp Duta Petani Milenial Kabupaten Bogor Penting Didorong
Kedua orang tua Ronalisa adalah petani, dan secara tradisional dia akan belajar mengenai pertanian langsung dari orang tuanya.
Tapi sebelum mencapai keberhasilan, ada tantangan yang harus dihadapi oleh keduanya pada saat mereka berpartisipasi. Sebagai pelaksana proyek, Camille dan rekan-rekannya menghadapi beberapa masalah, seperti koneksi internet yang terputus-putus, kondisi cuaca yang tidak mendukung, dan pembatasan sosial karena COVID-19.
Untungnya, Camille dan timnya berhasil menemukan solusi untuk masalah tersebut. Secara khusus, untuk mengatasi masalah koneksi internet yang terputus-putus, para partisipan muda mengangkut penduduk lokal dari dataran tinggi pegunungan Sitio Tamale ke kantor pusat Ako ang Saklay Inc.
Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menyediakan lingkungan yang dapat memaksimalkan pelatihan dan pembelajaran yang diberikan.
Dengan rintangan seperti itu, Camille mendapatkan pengalaman berharga yang membantu mempertajam keterampilan pemecahan masalah. Bagi Ronalisa, ini adalah peluang untuk bertemu dengan banyak orang, saling bertukar pikiran dan memperbanyak teman.
Baca juga: Kementan Dukung Peningkatan Produktivitas Petani Seram Barat Lewat RJIT
Mengingat latar belakang sosial ekonomi Ronalisa dan pemuda-pemuda lainnya, mempelajari keterampilan dan bagaimana memanfaatkannya sebagai sumber pendapatan potensial merupakan sebuah tantangan dan keberhasilan jika ia dapat menerapkannya setelah pelatihan.
Secara keseluruhan, perubahan konstan dan manajemen krisis memungkinkan Camille untuk mencapai keterampilan baru yang tidak didapatkannya di kelas.
Ronalisa bisa mendapatkan banyak pengalaman di luar cara-cara pendekatan yang lazim dan sedang berproses menjadi pribadi yang tangguh. Kedua anak muda ini menyoroti pentingnya pendidikan, baik pendidikan vokasional, upskilling, maupun reskilling.
Terlepas apakah mereka pelaksana atau penerima manfaat, semua anggota yang menjadi bagian dari program ini telah ikut menjembatani kesenjangan akses pendidikan. Program EYAA telah menciptakan perubahan hidup ratusan anak muda seperti Ronalisa.
Oleh karena itu, ASEAN Foundation dan Maybank Foundation memutuskan untuk melanjutkan komitmen dan dedikasi mereka terhadap pemberdayaan anak-anak muda di seluruh ASEAN dengan mempersiapkan peluncuran Cohort 3 pada akhir tahun ini.