News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ekspor Bauksit Dilarang, Pengusaha Mengaku Belum Siap, Jokowi: Kita Paksa Industrinya Diselesaikan

Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI. Pengusaha mengaku infrastruktur yang dimiliki pada saat ini belum siap menerapkan larangan ekspor bijih atau bahan mentah bauksit yang mulai berlaku pada Juni 2023. Apalagi, saat ini industri domestik baru bisa menyerap sekitar 28% dari total produksi bijih bauksit nasional.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengusaha mengaku infrastruktur yang dimiliki pada saat ini belum siap menerapkan larangan ekspor bijih atau bahan mentah bauksit yang mulai berlaku pada Juni 2023.

Apalagi, saat ini industri domestik baru bisa menyerap sekitar 28 persen dari total produksi bijih bauksit nasional.

Wakil Ketua Umum Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kadin Indonesia, Carmelita Hartoto menjelaskan pada prinsipnya Kadin mendukung kebijakan hilirisasi yang bisa memberikan nilai tambah bagi produk mineral.

“Akan tetapi kita masih perlu waktu untuk mempersiapkan penyerapan produk dan membangun smelter-smelter yang lebih banyak lagi,” kata Carmelita dikutip dari Kontan, Rabu (22/12/2022).

Baca juga: Larang Ekspor Bauksit Mulai Juni 2023, Jokowi: Nanti Kita Digugat, Tidak Apa-apa, Suruh Gugat Terus

Ia melihat, industri bauksit domestik sejatinya belum siap untuk menyerap seluruh produksi tambang bauksit.

Saat ini Indonesia baru memiliki 4 smelter bauksit, satu berada di Riau dan tiga di Kalimantan Barat. Total kapasitas smelter bauksit ini sebesar 13,88 juta ton (13.883.200 ton) per tahun.

Sedangkan, produksi bijih bauksit Indonesia berasal dari 19 perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) di mana setahun produksinya bisa mencapai 48,98 juta ton (48.982.900 ton).

“Jadi ada potensi sekitar 35 juta yang belum terserap,” ungkap Carmelita.

Lewat penuturan Carmelita, menurut perhitungan Kontan.co.id, penyerapan bijih bauksit ke dalam negeri baru mencapai 28,3% dari total produksi nasional.

Jikalau pun rencana larangan ekspor bauksit ini jadi dilakukan, maka tersisa waktu sekitar 5 bulan saja.

Namun, Carmelita bilang, membangun smelter tidak semudah membalikkan telapak tangan. Diperlukan investor, pendanaan, pembebasan lahan, dan fasilitas perizinan.

“Persiapan itu diperlukan suatu roadmap yang jelas agar ada investor yang mau membangun smelter tersebut,” ujarnya.

Menurutnya, jika sudah jelas peta jalan pemerintah tentang hilirisasi bauksit, pasti akan banyak smelter yang dibangun.

Lakukan Antisipasi

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengatakan, pada prinsipnya pihaknya mendukung kebijakan pelarangan ekspor bauksit tersebut.

Sebab kebijakan tersebut, kata Eddy, merupakan bagian dari kebijakan holistik, dimana seluruh kegiatan pertambangan dan mineral harus dibarengi dengan hilirisasi usahanya.

"Namun demikian perlu memang kita melakukan pendalaman terhadap potensi dampak yang bisa terjadi akibat pelarangan ekspor tersebut," ujar Eddy.

Eddy menyebut dampak yang perlu diperhitungkan. Misalnya, bagi perusahaan yang belum memiliki smelter. Apakah produknya itu harus ditumpuk dan boleh diekspor ketika smelternya sudah beroperasi.

Baca juga: Jokowi akan Segera Umumkan Larangan Ekspor Bauksit

"Itu kan artinya akan ada kehilangan devisa bagi negara," ucap Eddy.

Meski begitu, Eddy menyebut, larangan ekspor bauksit merupakan momen penting untuk menggenjot hilirisasi secara komprehensif.

"Smelter itu kan baru turunan pertama dari proses hilirisasi, kalo kita bisa melakukan proses hilirisasi yang sampai dengan adanya produk akhir tentu itu sangat menambah nilai, nilai tambah nya sangat besar," kata Eddy.

Berikan Nilai Tambah

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang mengatakan kebijakan larangan ekspor bauksit bakal menumbuhkan nilai tambah bagi produksi semikonduktor.

Terlebih, kata dia, Indonesia telah memiliki Integrated Circuit (IC) desain untuk mendukung produksi tersebut.

"Bagus dong, bagus kita sangat mendukung karena itu juga menjadi salah satu strategi kita untuk mendorong industri semikonduktor kita untuk tumbuh," kata Agus.

"Kita sudah mempunyai kemampuan untuk bikin IC desain, sekarang sudah waktunya Indonesia masuk ke produksi wafer. Ini membutuhkan bahan baku yang juga kita miliki cukup banyak, silika dan galium," lanjut Agus.

Agus menegaskan, penutupan ekspor bauksit ini dinilai bakal memberikan tambahan bahan baku galium bagi industri semikonduktor.

"Galium itu adalah byproduk dari Bauksit. Jadi dengan dilarangnya ekspor bauksit itu kita akan mempunyai kecukupan galium dan itu adalah sumber bahan baku untuk kita bangun wafer untuk industri semikonduktor," tuturnya.

Namun demikian, Agus mengaku pihaknya belum mampu merincikan potensi nilai tambah bagi dua bahan baku itu, terhadap industri semikonduktor.

"Belum kita itung tapi galium banyak sekali di bauksit di Indonesia jadi kita optimis," tegasnya.

Kaji Insentif

Pemerintah mengkaji insentif untuk industri pengolahan bauksit dalam negeri, usai Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang ekspor bijih bauksit mulai Juni 2023.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, agar industri pengolahan bauksit berkembang seiring dengan diterapkannya larangan ekspor, maka pemerintah pun mempertimbangkan pemberian insentif.

Baca juga: Indonesia Siap Banding Soal Gugatan Ekspor Nikel di WTO, Moeldoko: Harus Diperjuangkan

"Nanti kita akan hitung dari sisi investasi produksinya dan apa saja yang perlu untuk kita dukung melalui instrumen fiskal," ujarnya saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (21/12/2022).

Menurut Sri Mulyani, pemberian insentif mungkin akan sama seperti industri pengolahan nikel sebelumnya, yang sudah lebih dulu dilakukan pelarangan ekspor bijih nikel.

Insentif yang diberikan bisa berupa tax holiday dan tax allowance.

"Kalau dia termausk industri prioritas nasional dan memang akan dikembangkan, dia bisa masuk dalam kategori tax holiday dan tax allowance, itu sama seperti yang diterapkan di Morowali (dibangun smelter nikel)," katanya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah ingin komoditas pertambangan Indonesia dikelola di dalam negeri, sehingga diekspor setelah memiliki nilai tambah. Maka dilakukan pelarangan ekspor bijih bauksit.

Menurut Airlangga, industri dalam negeri sudah siap untuk melakukan pengolahan bijih bauksit.

Ia melihat, saat ini setidaknya sudah ada 4 fasilitas pemurnian atau smelter alumina dengan kapasitas mencapai 4,3 juta ton per tahunnya.

"Selain itu pemurnian bauksit dalam tahap pembangunan itu kapasitas inputnya adalah 27,41 juta ton dan kapasitas produksinya 4,98 juta ton atau mendekati 5 juta ton," kata dia dalam konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, Rabu (21/12/2022).

Harus Siap

Presiden Joko Widodo mengatakan, larangan ekspor bijih bauksit ini dubuat dengan mempertimbangkan manfaat dari kebijakan larangan ekspor nikel yang mulai diberlakukan pemerintah sejak Januari 2020.

Kebijakan itu kata Jokowi dirasakan memberikan manfaat besar ke ekonomi dalam negeri.

”Keberhasilan ini (larangan ekspor bijih nikel) akan dilanjutkan untuk komoditas yang lain. Ddan mulai Juni 2023, Pemerintah akan memberlakukan pelarangan ekspor bijih bauksit dan mendorong industri pengolahan dan pemurnian bauksit di dalam negeri,” katanya.

Sebelum larangan ekspor nikel mentah berlaku, Jokowi menyebut nilai perdagangan yang diraih Indonesia dari penjualan produk tersebut hanya 1,1 miliar dolar AS atau Rp17 triliun.

Namun setelah larangan ekspor diberlakukan, dan nikel diolah di dalam negeri, nilai ekspor bahan mentah itu melonjak 19 kali lipat menjadi 20,9 miliar dolar AS atau Rp326 triliun.

Baca juga: Kalah di WTO, Kemungkinan Pemerintah akan Naikan Pajak Ekspor Bijih Nikel

”Meningkat 19 kali lipat. Perkiraan saya akan tembus lebih dari Rp 468 triliun, lebih dari 30 miliar dolar AS. Ini baru satu komoditi saja,” kata Jokowi.

Dari industrialisasi bauksit dalam negeri ini Jokowi memperkirakan setidaknya pendapatan negara akan bertambah dari sebelumnya Rp 21 triliun menjadi Rp 62 triliun.

Jokowi juga menyatakan pemerintah akan terus mengurangi ekspor bahan mentah demi meningkatkan industri olahan sumber daya alam di Indonesia. Begitu juga dengan hilirisasi berbasis sumber daya alam juga akan terus ditingkatkan.

Jokowi menambahkan untuk memutuskan ekspor komoditas apa yang disetop, pihaknya akan mengkalkulasi dan menghitung terlebih dulu.

”Untuk komoditas lain itu dikalkulasi dihitung mengenai kesiapan industrinya. Begitu industrinya setengah siap, nggak usah harus siap. Setengah siap langsung kita hentikan. Kita paksa untuk segera industrinya diselesaikan. Sehingga dari kasus perjalanan nikel ini kita banyak sekali belajar,” katanya.

Kebijakan ekspor bahan mentah ini kata Jokowi bukan berarti Indonesia tertutup terhadap negara lain.

”Jadi kita ini bukan tertutup (pada negara lain). Kita kan mempersilakan, kita terbuka mempersilakan siapapun dari negara manapun, perusahaan dalam negeri maupun luar negeri untuk ikut bersama-sama membangun industrinya di Indonesia yang berkaitan dengan nikel, bauksit, tembaga, timah kita terbuka," katanya.

Namun, kata Jokowi, Indonesia harus mendapatkan keuntungan dengan melakukan hilirisasi nikel dan melarang ekspor bahan mentah. Penerimaan pajak, royalti, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan dividen harus diberikan kepada Indonesia.

"Yang kita inginkan itu masa tidak boleh? kita akan terus (melarang ekspor nikel)," tegas Jokowi.

Terkait kebijakan larangan ekspor bahan mentah RI ini, Jokowi juga menantang semua negara yang merasa dirugikan untuk menggugatnya ke WTO. Ia mengatakan gugatan itu tak akan menyurutkan langkahnya sebagai pemimpin Indonesia.

"Meskipun kita digugat, tidak apa-apa. Nikel digugat, ini nanti yang kita umumkan hari ini digugat lagi, tidak apa-apa. Suruh gugat terus. Yang kedua digugat belum rampung, ketiga kita setop lagi. Digugat, tidak apa-apa," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini