TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perekonomian dunia yang tak menentu karena konflik perang Rusia-Ukraina, dampak ikutan pasokan energi dan pangan yang terganggu akibat perang, hingga lonjakan inflasi tinggi di banyak negara ikut mengguncang perekonomian Indonesia.
Puluhan perusahaan di Indonesia yang terdiri dari perusahaan digital dan startup serta manufaktur melakukan pemutusan hubungan kerja [PHK] terhadap karyawannya yang jika dijumlah mencapai ribuan.
Di sektor manufaktur, PHK paling parah terjadi di industri tekstil dan produk tekstil atau TPT.
Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Habib Rab mengatakan, fenomena gelombang PHK di industri tekstil akibat terjadinya penurunan permintaan sektoral, baik permintaan dalam maupun luar negeri.
"Beberapa sektor terdampak negatif, terutama yang kami dengar adalah di sektor tekstil karena adanya perlambatan permintaan sektoral," ujarnya saat konferensi pers di Energy Building, Jakarta, Kamis (15/12/2022).
Mengacu hasil survei Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) selama 1-16 November 2022, sebanyak 149 dari 233 perusahaan tekstil telah melakukan pengurangan jumlah karyawan.
Totalnya sekitar 85.951 karyawan se-Indonesia dimana 37.000 karyawan berasal dari Jawa Barat.
Sementara di industri digital, dia menuturkan, gelombang PHK terjadi akibat penurunan pola konsumsi masyarakat yang terjadi sejak aktivitas ekonomi kembali normal.
"Ada tantangan cyclical meski ekonomi tumbuh cepat, ada beberapa yang mengalami perlambatan," kata dia.
PHK besar-besaran juga terjadi di perusahaan digital dan startup. PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk melakukan PHK besar-besaran terhadap 1.300 karyawannya. Begitu juga dengan Grab, startup ride hailing dari Singapura ini mengumumkan adanya pemutusan hubungan kerja atau PHK terhadap karyawan di divisi GrabKitchen.
Baca juga: PHK Massal Hantui Industri Tekstil, Ini Yang Dikatakan Pemerintah
Grab menutup operasi GrabKitchen di Indonesia, efektif mulai 19 Desember 2022.
Perusahaan e-commerce Shopee Indonesia melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) atas sejumlah karyawannya, sebagai strategi efisiensi perusahaan di tengah persaingan bisnis e-commerce dan sudah dilakukan pada September lalu.
Platform investech asal Indonesia yang bergerak di bidang reksa dana dan aset kripto, Ajaib, mengumumkan PHK terhadap 67 karyawan pada 29 November 2022.
Perusahaan rintisan Sayurbox juga mem-PHK 5 persen tenaga kerjanya. Sementara, startup Ruangguru mengumumkan PHK terhadap ratusan karyawannya.
Keputusan pengurangan karyawan diambil karena dampak dari pasar global yang memburuk secara drastis.
Baca juga: Badai PHK Sudah Terjadi di Indonesia, 85 Ribu Lebih Karyawan Telah Dirumahkan, Ini Kata Bank Dunia
Mamikos, startup yang bergerak sebagai penyedia layanan pencarian dan sewa kos hunian sementara, mengonfirmasi adanya PHK kepada karyawan karena adanya restrukturisasi.
Begitu juga Startup teknologi edukasi (edutech) Zenius kembali mengumumkan PHK pada awal Agustus lalu tanpa menyebutkan jumlah karyawan yang terdampak.
Pada PHK pertama, Zenius telah memangkas sekitar 25 persen tenaga kerjanya atau lebih dari 200 karyawan. LinkAja juga mereorganisasi hampir 200 karyawannya di Indonesia.
Berlanjut Hingga Tahun Depan
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memperkirakan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran akan terjadi di penghujung tahun 2022, dan akan berlanjut hingga tahun depan.
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, ancaman PHK masal tersebut akibat pengaruh resesi global yang akhirnya berdampak pada melemahnya permintaan ekspor produk hasil industri padat karya.
Sejak awal semester II 2022, industri padat karya seperti tekstil dan produk tekstil (TPT) serta alas kaki dihadapkan pada penurunan permintaan pasar global, khususnya dari negara-negara maju.
Di industri TPT dan alas kaki terjadi penurunan order hingga 30 persen-50 persen untuk pengiriman akhir tahun 2022 hingga kuartal I-2023.
“Kondisi ini memaksa perusahaan di sektor tersebut untuk mengurangi produksi secara signifikan dan berujung pada pengurangan jam kerja hingga PHK,” tutur Hariyadi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (21/12).
Mengacu pada laporan dari industri garmen, tekstil dan alas kaki, telah terjadi PHK atas 87.236 pekerjanya hanya dari 163 perusahaan.
BPJS Ketenagakerjaan mencatat telah terjadi PHK terhadap 9191.071 pekerjan yang mencairkan dana Jaminan Hari Tua (JHT) akibat PHK dari Januari sampai 1 November 2022.
Menurut Hariyadi, data tersebut merupakan data yang paling memadai sebagai sumber informasi yang valid mengingat setiap pekerja peserta BPJS Ketenagakerjaan yang terkena PHK berkepentingan menarik dana JHT-nya, dibandingkan data PHK di Kementerian atau Lembaga lainnya yang bersumber dari laporan perusahaan, yang mana banyak perusahaan tidak melaporkannya.
Berkaca pada tahun-tahun sebelumnya, tercatat sejumlah PHK terjadi di 2029 sebanyak 679.678 pekerja, dan 2021 sebanyak 922.756 pekerja.
Proyeksi PHK di sisa akhir tahun menurutnya sangat mungkin melebihi PHK tahun 2021, karena krisis ekonomi global sudah makin terlihat di penghujung akhir tahun ini.
Di sisi lain, penciptaan lapangan kerja juga terus berkurang akibat investasi padat modal dan pemanfaatan teknologi.
Para pencari kerja dengan skil atau keterampilan rendah lulusan SD dan SMP semakin tersisih dalam memperebutkan pekerjaan di sektor usaha formal yang memiliki kepastian pendapatan.
“Dengan sedikitnya lapangan kerja yang tercipta, dan tingginya upah minimum maka kecenderungan alamiah perusahaan akan lebih mempekerjakan tenaga kerja dengan skil dan pendidikan yang tinggi. Hal itu menyebabkan pencari kerja dengan keterampilan rendah (SD, SMP, SMA) semakin sulit untuk mendapatkan pekerjaan,” imbuhnya.
Pertumbuhan Ekonomi Tahun Depan Terseok
Tekanan berat perekonomian yang terjadi sejak paruh kedua tahun ini diprediksi akan berimbas pada tren pelemahan pertumbuhan ekonomi tahun 2023. Terlebih, perekonomian di sejumlah negara seperti Eropa, juga akan dilanda resesi.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memperkirakan pertumbuhan ekonomi global tahun depan akan sebesar 2,6 persen year on year [yoy] atau lebih rendah dari perkiraan 2022 yang sebesar 3 persen yoy.
“Perlambatan ekonomi global tersebut dipengaruhi fragmentasi ekonomi, perdagangan, dan investasi karena ketegangan politik yang berlanjut dan dampak kebijakan moneter agresif negara maju,” tutur Perry Warjiyo, Kamis, 22 Desember 2022.
Perry menyebut, tekanan inflasi global masih tinggi, meski berpotensi melandai pada tahun depan. Didorong oleh disrupsi rantai pasok global dan ketatnya pasar tenaga kerja terutama di Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
Ini kemudian mendorong bank-bank sentral untuk tetap mengerek suku bunga acuan. Seperti, bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) diperkirakan mengerek suku bunga acuan hingga awal 2023.
“Siklus pengetatan moneter akan panjang, meski besarannya lebih rendah dari perkiraan,” tutur Perry.
Hal ini juga mendorong adanya ketidakpastian di pasar keuangan global. Perkasanya dolar AS, turut mengerem aliran masuk modal asing ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Sejumlah negara Asia yang selama ini menjadi partner bisnis penting Indonesia seperti Jepang, Korea Selatan, perekonomiannya sedang batuk-batuk karena serangan inflasi.
Hal itu membuat Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan akan sedikit melambat. Prediksi Bank Dunia menyatakan, ada potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2023 menjadi hanya sebesar 4,8 persen.
Prediksi tersebut lebih rendah dari perkiraan pertumbuhan ekonomi di 2022 yang sebesar 5,2 persen.
Publikasi Bank Dunia berjudul Indonesia Economic Prospect yang diumumkan Kamis 15 Desember kemarin menyebutkan ada beberapa hal yang menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pertama, pelemahan permintaan global, terutama dari sisi komoditas. Ini akan menekan kinerja ekspor Indonesia.
Kedua, pengetatan kebijakan moneter global akan mendorong hengkangnya modal asing dari pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia.
Ini akan mendorong pelemahan nilai tukar rupiah. Muaranya, ada kenaikan inflasi dari sisi impor (imported inflation).
Ketiga, kenaikan suku bunga akan menambah beban bunga utang, sehingga ini bisa menjagal progres pemulihan ekonomi karena makin sempitnya anggaran untuk progres pemulihan ekonomi.
Bank Dunia juga menyebutkan, kenaikan suku bunga juga bisa memengaruhi kredit dalam negeri, sehingga ini akan memengaruhi progres pertumbuhan ekonomi.
Kabar baiknya, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023 masih bisa didorong oleh beberapa hal.
Pertama, masih berlanjutnya pemulihan ekonomi yang didorong oleh konsumsi swasta. Meski, ada potensi perlambatan karena tekanan inflasi dan pengetatan kebijakan moneter maupun fiskal.
Kedua, pemulihan di investasi swasta seiring kondisi ekonomi makro dan implementasi reformasi struktural. Seperti Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang akan menarik investasi.
Ketiga, harga komoditas yang masih tinggi sehingga tetap mendukung kinerja ekspor Indonesia. Seperti, harga minyak kelapa sawit, batubara, juga besi dan baja.
Dari sisi suplai, beberapa sektor akan mengalami perbaikan kinerja, seperti transportasi, perhotela, dan jasa. Ini karena mulai naiknya permintaan masyarakat. Selain itu, sektor manufaktur digadang tetap perkasa, seiring dengan kenaikan kinerja investasi.
Sebagian artikel ini dikutip dari Kontan