Iqbal melihat, poin tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum. Terlebih, hal tersebut justru merugikan para buruh. Untuk itu, dia meminta agar kata "Dapat" dalam pasal tersebut dihapuskan.
"Artinya upah minimum kabupaten/kota (UMK) bisa naik atau tidak naik sesuai keinginan gubernur. Partai Buruh berpendapat kata-kata 'dapat' dihilangkan. Jadi Gubernur menetapkan upah minimum kabupaten/kota," tuturnya.
Baca juga: Kementerian Ketenagakerjaan Ungkap Alasan Jokowi Terbitnya Perppu Cipta Kerja
Kemudian, Iqbal memaparkan dalam pasal 88D tentang upah minimum tertulis bahwa "Formula penghitungan Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu".
Menurutnya, bunyi pasal tersebut engacu pada Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang Kenaikan Upah Minimum.
Iqbal mengaskan Partai Buruh menolak adanya poin "indeks tertentu", sebab perhitungan upah sedianya menggunakan formula inflasi plus pertumbuhan ekonomi.
"Didalam Perppu itu ada istilah variabel indeks tertentu, partai Buruh berpendapat cukup kenaikan upah minimum sama dengan inflasi plus pertumbuhan ekonomi. Tidak perlu ada kata-kata variabel indeks tertentu," tegasnya.
Selain itu, Iqbal mengatakan, ia juga menyoroti terkait penetapan upah minimum yang dinilai bertentangan hingga membingungkan.
Pasal tersebut berbunyi "Dalam keadaan tertentu Pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan Upah minimum yang berbeda dengan formula penghitungan Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88D ayat (2)".
"Ini kan kacau, masa dalam satu undang-undang pasal sebelumnya dengan pasal beriktnya bertentangan. Kan sudah dibilang tadi oleh Perppu," ungkap Iqbal.
Baca juga: Perppu Cipta Kerja: Status Karyawan Tetap Apakah Dihilangkan?
"Yang dipandang oleh Partai Buruh adalah bagi perusahaan yang tidak mampu dapat menangguhkan upah minimum dengan melampirka laporan kerugian perusahaan dua tahun berturut-turut secara tertulis. Jadi buka formulanya yang dirubah," tegasnya.
Terakhir, Iqbal mengatakan dalam Perppu tersebut upah minimum sektoral dihapus. Menurutnya, upah minimum sektoral harus tetap ada seperti Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003.
"Pabrik mobil dengan pabrik krupuk masa sama upah minimumnya. Pabrik pertambangan freeport dengan pabrik sendal jepit masa sama upah minimumnya. Harusnya ada upah minimum sektoral," ucap dia.
"Itulah empat poin yang didalam Perppu membingungkan, menimbulkan ketidakpastian hukum dan justru merugikan buruh," sambungnya.