News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Resesi Ekonomi

Gubernur BI Sebut Indonesia Tak Alami Resesi, Tapi Terancam Resflasi, Apa Itu?

Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah negara maju diprediksi bakal mengalami resesi di tahun 2023.

Di tengah kabar bahwa dunia bakal terancam resesi akibat inflasi, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, terdapat istilah lain yang justru berdampak pada Indonesia. Istilah itu merupakan "Resflasi".

Perry menjelaskan, Resflasi adalah fenomena resesi yang diiringi dengan laju inflasi yang tinggi. Hal tersebut bakal berdampak pada penurunan ekspor, dan pelambatan ekonomi.

"Ada risiko stagflasi, pertumbuhannya stuck turun namun inflasinya tinggi. Bahkan istilahnya adalah resflasi, risiko resesi dan tinggi inflasi," kata Perry, dikutip Kamis (12/1/2023).

Baca juga: Pakar Nilai Perppu Cipta Kerja Mampu Dukung Mitigasi Dampak Resesi Global

Kata Perry, meski Indonesia disebut tak akan mengalami resesi, namun dampak dari negara-negara yang potensi resesi justru akan mengancam Indonesia.

Misalnya, fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) yang kerap terjadi pada perusahaan berorientasi ekspor di Indonesia.

Sedangkan, menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengatakan, Resflasi merupakan istilah yang merujuk pada tingkat inflasi yang berbarengan dengan resesi ekonomi.

Bahkan, menurut dia, resesi sudah terjadi di Inggris dan Rusia. Hal tersebut tergambar dari terjadinya krisis pangan, krisis energi.

"Jadi bukan hanya inflasi tinggi, kesempatan kerja turun, tapi juga inflasi tinggi, terjadi kontraksi pada pertumbuhan ekonomi selama dua kuartal atau lebih. Jadi Indonesia perlu waspadai efek dari resesi yang dibarengi inflasi bisa berdampak cukup signifikan," kata Bhima kepada Tribunnews, Kamis.

Untuk itu, Bhima mengatakan, Indonesia perlu waspada terhadap imbas dari Resflasi yang berdampak pada pelemahan nilai tukar rupiah, peningkatan angka pengangguran dan angka kemiskinan.

"Kita mungkin akan terjebak dalam jangka panjang ke pertumbuhan ekonomi rendah dan recovery nya butuh waktu yang sangat lama," tutur dia.

Sebelumnya, Menteri Keuangan RI (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati kerap mengingatkan ancaman perekonomian global yang disebut akan mengalami resesi di tahun 2023.

Hal tersebut turut dilihat dari puluhan negara maju, telah mendaftar jadi pasien pada International Monetary Fund (IMF). Serta, 63 negara tengah dalam kondisi sulit, akibat terlilit hutang.

"Diakui di dalam statistik lebih dari 63 negara di dunia yang dalam kondisi utangnya mendekati atau sudah tidak sustainable," kata Sri Mulyani dalam acara CEO Banking Forum yang berlangsung secara virtual.

Baca juga: Menlu Retno Ingatkan Tantangan Global 2023 Semakin Berat Akibat Resesi dan Situasi Geopolitik

Sri Mulyani mengatakan, sejumlah negara Asean juga tengah menderita kondisi perekonomian yang sulit, diantaranya, Bangladesh, Sri Lanka dan Pakistan yang menjadi pasien IMF.

"Jadi hal ini menjadi satu kewaspadaan. 2023 memang prediksi dari lembaga global mengenai dunia kurang menggembirakan, tidak hanya inflasi dan kemungkinan resesi dan kemungkinan juga ada masalah dengan debt sustainability di berbagai negara," ujar dia.

Terlebih, Bank Dunia mengumumkan pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi global di tahun 2023 menjadi 1,7 persen, angka ini lebih rendah 1,3 poin persentase dari perkiraan sebelumnya yang saat itu di patok 3 persen.

Alasan utama Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi adalah inflasi dan kenaikkan tingkat suku bunga lebih tinggi, invasi Rusia terhadap Ukraina, serta penurunan investasi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini