TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia saat ini mewaspadai lima risiko ekonomi global sebagai akibat kondisi ketidakpastian ekonomi seperti resesi yang diprediksi terjadi di sejumlah negara di tahun 2023 ini.
Dr Ferry Irawan, Staf Ahli bidang Pembangunan Daerah Kemenko Perekonomian mengatakan, lima risiko ekonomi global tersebut adalah tensi geopolitik, inflasi dunia, krisis multisektor, kenaikan suku bunga, risiko stagflasi.
"Pertumbuhann ekonomi Indonesia di akhir 2022 diharapkan mencapai 5,2 atau 5,3 persen. Namun dinamika AS-China, Eropa-Rusia dan konflik Rusia-Ukraina patut diwaspadai implikasinya pada perekonomian Indonesia," ujarnya pada acara diskusi bertema “Resiliensi Ekonomi Nasional di Tengah Ancaman Resesi Global” yang diselenggarakan IPOL.ID di Tamarin Hotel Jakarta, Rabu, 25 Januari 2023.
Dr Ferry Irawan menambahkan, pandemi yang mulai mereda ternyata belum membuat rantai pasok global pulih normal seperti sebelum pandemi. "Hal ini mendorong naiknya harga komoditas. Sementara pasokan pangan seperti gandum dan pupuk dunia selama ini episentrumnya di Rusia," bebernya.
Risiko perlambatan ekonomi dan inflasi tinggi di banyak negara dikhawatirkan memicu terjadinya stagflasi.
"Perekonomian Indonesia dari sisi eksternal cukup terbantu oleh kenaikan harga komoditi di pasar internasional seperti batubara yang menyebabkan surplus neraca perdagangan. Bersama Bank Indonesia dan pemerintah daerah kita berkoordinasi mengendalikan inflasi," ujar Ferry,
Dia menambahkan, berdasar proyeksi IMF, Indonesia tidak termasuk dalam kelompok sepertiga ekonomi global yang akan dilanda resesi di 2023.
Baca juga: Hadapi Ancaman Resesi, Pelaku Industri Diimbau Bekerja Lebih Cerdas dan Efisien
"Proyeksi perekonomian Indonesia oleh IMF diprediksi 5,0 persen. Sementara, target pemerintah 5,3 persen. Dengan mempertimbangkan berbagai risiko, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di 4,7 sampai 5,3 persen," bebernya.
"Dengan potensi pasar domestik yang dominan, 55 sampai 70an persen, ketahanan perekonomian Indonesia lebih bagus dari negara-negara lain," imbuhnya.
Ditambahkan, kondisi perekonomian Indonesia masih cukup resilien terhadap dinamika ekonomi global. Dia membandingkan perekonomian Indonesia dengan Singapura.
Baca juga: Terdapat Ancaman Resesi, BI Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global 2023 Menjadi 2,3 Persen
Perekonomian Indonesia masih cukup tanggung karena permintaan domestik cukup kuat. Sementara, perekonomian Singapura sangat bergantung pada hasil ekspor.
Dikatakan, perekonomian Singapura sangat sensitif terhadap perubahan ekonomi global karena kontribusi ekonomi globalnya sangat tinggi terhadap ekonomi domestik.
Muhamad Shiroth, Principal Economist di Bank Indonesia, ekonom ahli Grup Perumusan dan Implementasi, Kebijakan Ekonomi Keuangan Daerah, Kantor Wilayah BI DKI Jakarta di acara diskusi yang sama meyakini pembukaan perekonomian China pasca lockdown akan memberi dampak positif bagi perekonomian Indonesia ke depannya.
"Karena selama ini China jadi tujuan ekspor utama Indonesia," ujarnya.
Baca juga: Ekspor Jepang ke China Merosot Tajam, Kekhawatiran Resesi Global Makin Besar