News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Skandal Besar Adani Group Lenyapkan 50 Persen Harta Orang Terkaya di Asia, Begini Kronologinya

Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengusaha India Gautam Adani menjadi orang terkaya keempat di dunia sekitar dua minggu yang lalu, dengan kekayaan mencapai 120 miliar dolar AS, melebihi kekayaan Bill Gates dan Warren Buffet.

Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni

TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Pengusaha India Gautam Adani menjadi orang terkaya keempat di dunia sekitar dua minggu yang lalu, dengan kekayaan mencapai 120 miliar dolar AS, melebihi kekayaan Bill Gates dan Warren Buffet.

Gautam Adani merupakan pemilik konglomerat Adani Group. Perusahaan ini memiliki tambang, pelabuhan dan pembangkit listrik.

Namun, laporan yang dirilis lembaga Amerika Serikat, Hindenburg Research, menuduhnya melakukan "penipuan terbesar dalam sejarah perusahaan".

Baca juga: Saham-sahamnya Terus Merosot, Kerugian Adani Group Membengkak Jadi 66 Miliar Dolar AS

Dikutip dari CNN, perusahaan Adani kehilangan valuasi sebesar 110 miliar dolar AS sejak laporan itu dirilis, dan kekayaannya berkurang setengahnya atau 50 persen menjadi sekitar 61 miliar dolar AS karena investor menarik dukungan mereka.

Sementara Adani Group menyebut laporan itu "tidak berdasar" dan "jahat", namun investor tetap mempertanyakan klaim yang diberikan Hindenburg Research dan dampak dari laporan itu terus bertambah.

Mitra bisnis dan pemberi pinjaman Adani Group mengklarifikasi hubungan mereka dengan konglomerat itu, sementara pemerintah India dilaporkan meluncurkan penyelidikan atas bisnis yang dijalankan Adani Group setelah didesak oleh anggota parlemen oposisi.

Orang Terkaya di Asia

Gautam Adani adalah taipan India berusia 60 tahun yang mendirikan Adani Group lebih dari 30 tahun yang lalu.

Setelah putus sekolah, dia membangun kerajaan bisnisnya yang mencakup infrastruktur, logistik, produksi energi, dan pertambangan.

Kesuksesan Adani membuatnya disejajarkan dengan John D. Rockefeller dan Cornelius Vanderbilt, yang menciptakan monopoli besar-besaran selama Zaman Emas Amerika pada 1800-an.

Adani juga menjadi orang terkaya di Asia, dan pada September lalu secara singkat melampaui Jeff Bezos untuk menjadi orang terkaya kedua di dunia. Dia juga dipandang sebagai sekutu dekat perdana menteri India, Narendra Modi.

Baca juga: Harta Bos Batubara Susut, Low Tuck Kwong Turun Rp 17,8 T, TP Rahmat Out Dari 10 Orang Terkaya RI

Munculnya Tuduhan Hindenburg Reserach

Laporan yang dirilis Hindenburg Research mengejutkan para investor pada akhir Januari.

Lembaga asal AS itu menuduh Adani dan perusahaannya melakukan "penipuan yang meluas" dan “manipulasi saham yang kurang ajar” yang diduga terjadi selama beberapa dekade.

Hindenburg mengajukan 88 pertanyaan kepada Adani yang meragukan kesehatan keuangan perusahaannya.

Pertanyaan itu berkisar dari permintaan untuk perincian mengenai entitas lepas pantai milik Adani Group hingga mengapa ia memiliki "struktur perusahaan yang saling terkait dan berbelit-belit".

Adani Group mengatakan sedang mempertimbangkan tindakan hukum untuk menanggapi klaim tersebut.

Perusahaan itu menuduh Hindenburg meluncurkan "serangan yang diperhitungkan di India", dan mengatakan Hindenburg hanya tertarik pada keuntungan finansialnya sendiri.

Baca juga: 10 Orang Terkaya di Indonesia, Low Tuck Kwong Ada di Puncak, Geser Hartono Bersaudara

Namun, para analis mengatakan Adani Group belum menjawab secara meyakinkan pertanyaan yang diajukan dalam laporan tersebut.

Sikap Investor Setelah Laporan Hindenburg

Investor, yang ketakutan dengan klaim tersebut, mencoba menyerah dan tidak ingin terjebak di kondisi perdagangan yang salah.

Saham Adani Enterprises, perusahaan andalan Adani Group, anjlok hampir 55 persen sejak laporan Hindenburg diterbitkan pada 24 Januari.

Adani Enterprises sekarang berjuang untuk mendapatkan pendanaan baru sebagai dampak dari dirilisnya laporan itu. Namun, perusahaan tiba-tiba membatalkan kesepakatan penjualan saham senilai 2,5 miliar dolar AS pada Rabu (1/2/2023).

Saham sebagian besar perusahaan Adani Group kembali merosot pada Jumat (3/2/2023). Bursa saham India menghentikan perdagangan di lima perusahaan Adani yang terdaftar setelah saham mereka jatuh pada batas harian, yang ditetapkan pada 5 persen dan 10 persen.

Sementara itu, mitra bisnis utama konglomerat itu, TotalEnergies, mengatakan Adani Group telah setuju untuk membiarkan salah satu dari "big four" kantor akuntan melakukan "audit umum". Adani Group belum memberikan komentar mengenai pernyataan TotalEnergies.

Raksasa energi Prancis itu menggambarkan eksposurnya ke Adani senilai 3,1 miliar dolar AS, melalui investasi bersama di India, sebagai tingkat "terbatas". Kemitraan ini “dilakukan dengan kepatuhan penuh terhadap hukum yang berlaku yaitu India”, kata TotalEnergies.

Kekhawatiran Terus Berlanjut

Jatuhnya saham-saham tersebut menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana bisnis Adani Group dapat terus menutupi biaya mereka.

Beban utang yang besar dari perusahaan Adani, yang menjadi salah satu kekhawatiran yang diangkat oleh Hindenburg, berada di bawah pengawasan.

Lembaga pemeringkat kredit Moody's mengatakan gejolak tersebut kemungkinan akan mengurangi kemampuan konglomerat tersebut untuk meningkatkan modal.

Dalam sebuah pernyataan pada Rabu malam, Adani menekankan bisnisnya tetap kokoh, dan para eksekutif akan meninjau kembali strategi pasar modalnya “setelah pasar stabil.”

“Neraca kami sangat sehat dengan arus kas yang kuat dan aset yang aman, dan kami memiliki rekam jejak yang sempurna dalam membayar utang kami,” katanya.

Konsekuensi dari aksi jual tersebut mungkin tidak dapat ditanggung oleh Adani. Bank India yang memegang aset Adani Group juga dapat terpengaruh jika nilai kepemilikan tersebut terus turun.

Reserve Bank of India mengatakan pada Jumat, sektor perbankan "tetap tangguh dan stabil" berdasarkan penilaian terbaru dan berjanji untuk terus memantau situasi.

Dalam pernyataan pertamanya tentang gejolak pasar baru-baru ini, Securities and Exchange Board of India (SEBI), mengatakan mereka telah mengamati "pergerakan harga yang tidak biasa di saham konglomerat bisnis".

"Jika ada informasi yang sampai ke pemberitahuan SEBI, itu akan diperiksa dan tindakan yang tepat akan diambil," kata SEBI pada Sabtu (4/2/2023).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini