Berawal dari Laporan MAKI ke KPPU
Dugaan praktik kartel minyak goreng oleh sejumlah perusahaan dilaporkan oleh Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) kepada KPPU pada 1 April lalu.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Deswin Nur mengatakan, KPPU sudah memulai proses penyelidikan tersebut sejak 30 Maret 2022 silam.
Boyamin Saiman, Koordinator MAKI saat mendatangi KPPU pada 1 April lalu menyampaikan dugaan monopoli/kartel/permainan-permainan terkait dengan perdagangan minyak goreng di domestik yang menyebabkan ketersediaan langka dan harga yang mahal.
MAKI kemudian menyerahkan data tambahan ke KPPU ihwal dugaan kartel tersebut.
"Di sini saya menyerahkan dokumen-dokumen tambahan untuk mendalami berkaitan dengan pajaknya, volume ekspor dan nilai uangnya," kata Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman di Kantor KPPU, Jumat (20/5).
Dari 9 perusahaan yang dilaporkan, Boyamin baru memberikan tambahan data dari 4 perusahaan. Dia mengatakan, dari 4 perusahaan tersebut, 2 perusahaan diantaranya sedang ditangani Kejaksaan Agung terkait dugaan korupsi dalam pemberian izin ekspor CPO. Kemudian satu perusahaan berdiri sendiri dan diduga terafiliasi sampai ke luar negeri.
Satu perusahaan lagi disebutnya merupakan perusahaan besar yang memiliki kebun sawit, pabrik CPO, pabrik minyak goreng, distribusi dan bahkan hingga memiliki ritel sendiri.
Boyamin juga mendorong KPPU untuk menjalin kerjasama dengan Kejaksaan Agung, KPK, PPATK bahkan Direktorat Pajak untuk menggali bukti-bukti adanya dugaan persaingan usaha tidak sehat.
"KPPU saya dorong untuk kerjasama dengan Kejaksaan Agung karena Kejaksaan dengan undang-undang baru berhak melakukan penyadapan. Juga dengan PPATK ataupun KPK dan juga bekerja sama dengan pajak karena perusahaan-perusahaan itu otomatis bayar pajak," kata Boyamin.
Pada persidangan sebelumnya, Mantan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Oke Nurwan, menyampaikan, kelangkaan minyak goreng disebabkan kebijakan pemerintah yang tergesa-gesa dalam mengatur pasar tanpa ada badan atau lembaga khusus yang menanganinya, seperti Bulog.
Terbukti, begitu Permendag 11/2022 diterbitkan pada 16 Maret 2022 untuk mencabut peraturan HET (Permendag 6/2022), keesokan harinya minyak goreng langsung tersedia di pasar.
Selain itu, kelangkaan minyak goreng juga disebabkan oleh gangguan distribusi yang kendalinya tidak berada di pihak produsen.
Menurut Oke, berdasarkan data dashboard Kemendag yang berisi self declaration pelaku usaha mengenai realisasi DMO, selama kurun Januari-Maret 2022 produsen dan ekportir sudah menyalurkan minyak goreng ke distributor utama (D1).
Namun, minyak goreng itu ternyata tidak ada di pasar sehingga hal ini menunjukkan ada masalah di level distribusi di bawahnya.
Laporan reporter: Ratih Waseso/Lailatul Anisah [Kontan] dan Noverius Laoli/Rizki Sandi Saputra/Nitis Hawaroh [Tribunnews].