Persaingan India dan China juga turut disebut berada di balik kasus ini. Apalagi di abad 21, kedua negara ini terlibat "perang air".
Air menjadi satu persoalan yang pelik antara Tiongkok dan India, karena sumber air yang mengalir di sungai-sungai India berasal dari pegunungan Himalaya yang berada di sisi daratan China khususnya di sekitar Tibet.
Pemerintah Tiongkok melakukan upaya-upaya dengan membangun tidak hanya satu tapi 40 Dam, yang mereka gunakan tidak hanya untuk mendapatkan listrik tapi juga air, kata Rhenald.
"Langkah itu berakibat ketika musim kemarau pemerintah Tiongkok menahan air di dam tersebut, kemudian masyarakat di sekitar Sungai Brahma Putra India tidak mendapat air, mereka mengalami kekeringan, kesulitan, dan sebagainya," sebutnya.
Lalu, saat musim hujan tentu saja pemerintah Tiongkok memilih melepaskan air itu dan terjadilah banjir di India.
China juga mencari kekuatan di negara-negara Asia Selatan lainnya. Negeri Tirai Bambu menjalin hubungan baik dengan Pakistan dan sejumlah negara-negara di Timur Tengah sampai ke Sri Lanka.
Sehingga India membangun hubungan dengan Bangladesh, dan Adani Group menjual listrik ke negara yang memiliki ibu kota Dhaka itu.
Mengetahui Adani sedang menghadapi masalah dan harga listriknya terlalu mahal, pemerintah Bangladesh meminta untuk menegosiasi ulang, dan hal ini situasinya tidak mudah, ujar Rhenald.
Melihat kasus yang menimpa Adani Group, Rhenald mengimbau kepada perusahaan di tanah air untuk mengelola perusahaan secara baik dan transparan.
Saat perusahaan mengalami pertumbuhan dan menjadi perusahaan publik dengan menjual sahamnya ke masyarakat, maka kepercayaan publik harus dijaga.
"Kita harus menjaga kepercayaan itu dengan sistem dengan akunting yang benar dengan menjaga secara berhati-hati, maka uang itu dapat kita pertanggungjawabkan," pungkasnya.