Terakhir Fahmy menyoroti pernyataan pihak-pihak yang menyebut skema power wheeling mampu menarik para investor.
Baca juga: Wamenkeu Suahasil Minta PLN Bertransformasi Hadapi Tantangan Global
Ia menegaskan, pendapat power wheeling akan tarik investasi listrik EBT belum terbukti benar.
Data yang ada justru membuktikan fakta sebaliknya.
Meskipun tanpa power wheeling, investasi listrik EBT masih tetap tinggi.
Fahmy mengambil contoh di berbagai daerah Luar Jawa. Diantaranya, PLTS Kupanga, Sidrap, Gorontalo, Likupang, PLTS Apung Cirata dan PLTB Kalsel.
"Berdasarkan data itu, tidak perlu ada kekhawatiran dan kesangsian lagi bagi DPR untuk segera mengesahkan UU EBT, tanpa pasal power wheeling, dalam waktu dekat ini," tandasnya.
Penolakan dari MKLI
Penolakan skema power wheeling juga datang dari Masyarakat Konsumen Listrik Indonesia (MLKI).
Presiden MKLI Ahmad Daryoko mengatakan, skema power wheeling dalam RUU EBT akan membuat produsen listrik swasta bisa menjual langsung pada konsumen atau Multy Buyer and Multy Seller (MBMS), hal ini akan membuat produsen listrik swasta bebas menetapkan besaran tarif listrik yang dijual pelanggan.
"Nanti tetap menggunakan jaringan PLN, tapi statusnya hanya sewa, PLN hanya menjadi kuli panggulnya saja," kata Daryoko kepada Tribunnews.com.
Menurut Daryoko, jika keterlibatan PLN disingkirkan dalam proses jual beli listrik maka kontrol negara akan kurang, sebab PLN menjadi kepanjangan tangan negara dalam sektor kelistrikan. Hal ini tentu akan menciptakan praktik Kartel.
"Akhirnya tarif listrik tidak terkendali secara total, okelah pemerintah bisa mengintervensi tapi dalam bentuk subsidi. Kalau MBMS terjadi kartel terjadi, membuat perhitungan biaya operasi jadi membengkak," tuturnya.
Baca juga: Bos PLN Klaim Sistem Ketenagalistrikan RI Lebih Kokoh dari Jerman dan Pakistan, Ini Penjelasannya
Dayoko mengungkapkan, jika power wheeling diterapkan, maka akan melanggar konstitusi, sebab dalam pasal 33 UUD 1945 menyebutkan segala hajat hidup masyarakat dikuasai oleh negara, dan listrik merupakan salah satu hajat hidup masyarakat.
"Karena listrik kepemilikan publik harus dikuasai oleh negara, sehingga PLN ini perusahaan yang diamanahi ketenagalistrikan untuk mensejahterakan rakyat, kalau dikuasai orang per orangan itu menyalahi konstitusi," ucapnya.