TRIBUNNEWS.COM - Pengamat Transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata (UNIKA) Semarang, Djoko Setijowarno memberikan komentarnya soal subsidi mencapai triliunan rupiah yang disiapkan pemerintah untuk kendaraan listrik.
Menurut Djoko, subsidi kendaraan listrik bisa menimbulkan segudang persolan di kemudian hari.
Mulai dari anggaran yang rawan diselewengkan hingga memicu kemacetan di jalanan.
Djoko memandang, Pemerintah Indonesia dinilai tidak belajar secara utuh terkait kebijakan kendaraan listrik di luar negeri.
Kebijakan kendaraan listrik bisa berjalan dengan baik ketika moda anggutan umum sudah dibenai.
"Indonesia belajar dari luar negeri hanya sepenggal-sepenggal, tidak menyeluruh.
Di luar negeri angkutan umum sudah bagus, baru kebijakan mobil listrik dibenahi. Dan bukan target motor listrik seperti di Indonesia," ucap Djoko kepada Tribunnews.com, Kamis (9/3/2023).
Baca juga: Insentif Cair, Pengguna Kendaraan Listrik Bakal Meningkat Pesat, Ini Sederet Dampak Positifnya
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat itu melanjutkan penjelasannya.
Djoko menekankan, membenahi transportasi umum dapat menekan emisi udara, mereduksi kemacetan lalu lintas, menurunkan angka kecelakaan hingga menurunkan angka inflasi di daerah.
Sementara subsidi yang mencapai triliuan rupiah bisa dialihkan untuk membenahi angkutan perkotaan di 20 kota di Indonesia.
"Program subsidi kendaraan listrik ini rawan penyalahgunaan. Oleh sebab itu KPK harus mengawasi sejak awal digulirkan," tegas Djoko.
"Subsidi atau insentif diberikan untuk warga tidak mampu. Warga yang bisa beli motor dan mobil ada kelompok orang mampu, sehingga tidak perlu diberikan subsidi atau insentif," lanjutnya.
Picu kecelakaan
Djoko berpendapat, subsidi yang diberikan pemerintah memicu masyarakat untuk berbondong-bondong membeli kendaraan baru, terutama motor listrik.