TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Literasi keuangan masyarakat dinilai menjadi penangkal kejahatan siber industri jasa keuangan.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah mengakui, pembobolan data nasabah memang sejauh ini umumnya lebih banyak disebabkan oleh kelalaian nasabah.
Terutama dalam menjaga kerahasiaan data pribadi baik berupa identitas, buku tabungan, PIN maupun data pribadi lainnya.
Menurutnya, literasi masyarakat Indonesia yang masih rendah sebagai salah satu faktor utama penyebab masih tingginya kebocoran data nasabah. Hal ini tentu harus menjadi perhatian khusus bagi regulator.
Baca juga: Divonis 10 Bulan Kasus Pembobolan Rekening BCA, Tukang Becak: Enggak Apa-apa
"Kalau dilihat lebih jauh memang disebabkan oleh ketidakpahaman, literasi keuangan yang rendah, serta kurang sadar risiko bahwa mereka bisa kehilangan dana mereka kalau tidak hati-hati menjaga data mereka sendiri. Untuk mengatasi hal ini memang yang harus terus ditingkatkan adalah edukasi untuk meningkatkan literasi dan sadar risiko," ujar Piter dikutip dari Kontan, Sabtu (18/3/2023).
Piter mengingatkan kepada masyarakat agar lebih bijak dan berhati-hati dalam menggunakan media sosial, apalagi menyangkut perbankan karena bisa memicu ketidakpercayaan masyarakat terhadap perbankan.
Sehingga dikhawatirkan bisa memicu terjadinya rush bank seperti yang terjadi di negara-negara luar yang belakangan tengah menjadi sorotan dunia.
Jika sudah begini, maka dampaknya bisa meluas, bahkan bisa menimbulkan krisis.
"Itu adalah kewajiban kita bersama. Karena menyebar berita negatif tanpa tahu masalahnya bisa terjerumus ke penyebaran hoax dan bisa berdampak hukum. Sebaiknya tidak berkomentar kalau tidak mengerti permasalahan yang sebenarnya. Salah ngomong yang kemudian berdampak luas bisa merugikan diri sendiri dan juga masyarakat banyak," kata Piter.
Sementara itu, pengamat perbankan Paul Sutaryono menambahkan, peran OJK sangat dibutuhkan dalam mendorong literasi, edukasi hingga sosialisasi kepada masyarakat Indonesia terkait dengan kerahasiaan data.
Dengan demikian, tingkat melek keuangan (financial literacy) masyarakat akan semakin tinggi. Upaya tersebut akan dapat menekan potensi risiko kasus-kasus keuangan seperti perbankan dan lembaga keuangan lainnya yang rentan terhadap pembobolan data.
"Sudah seharusnya OJK sebagai pendekar sektor jasa keuangan terus menerus melakukan edukasi dan sosialisasi tentang keuangan. Hal itu dapat memuat baik madu (manfaat) maupun racun (potensi risiko) produk dan jasa perbankan," tambah Paul.
Namun demikian, hal ini kembali kepada para nasabah itu sendiri. Para nasabah harus mengerti betul risiko-risiko yang terjadi jika lengah dalam menggunakan layanan perbankan.
"Jangan lupa nasabah atau konsumen harus pula terus belajar dan menjaga keamanan data pribadi terkait dengan produk dan jasa perbankan yang mereka miliki. Data itu bisa berupa ATM, buku tabungan, nomor rekening, nomor KTP, nama ibu kandung. Itu semua amat bermanfaat untuk mencegah potensi risiko fraud yang bisa merugikan bank dan nasabah," tegasnya.
Perlindungan data pribadi saat ini masih menjadi isu panas untuk dibahas. Sejumlah kasus peretasan data atau cyber crime masih banyak terjadi, dan menimpa sejumlah lembaga besar di Indonesia, termasuk salah satunya lembaga perbankan. Apalagi, belakangan juga marak terjadi pembobolan data akibat keteledoran nasabah yang tidak bisa menjaga data perbankannya.
Baca juga: Personel Polda Sumut Tangkap Pelaku Pembobolan ATM di Medan: Pelaku Sempat Melawan
Baru-baru ini nasabah Bank BTN viral di media sosial pasca mendapatkan serangan siber. Nasabah itu mengeluhkan dananya hilang di tabungan yang diduga karena tidak bisa menjaga kerahasiaan data perbankannya. Nasabah itu pun ngamuk ke salah satu petugas bank dan menyinggung soal jangka waktu 8 bulan.
BTN pun mengimbau nasabah agar menjaga kerahasiaan data pribadi baik berupa identitas, buku tabungan, PIN maupun data pribadi lainnya. Hal ini untuk mencegah hal-hal yang bisa merugikan nasabah.
Terkait dengan keluhan nasabah Bank BTN yang viral di media sosial. Corporate Secretary Bank BTN Achmad Chaerul mengatakan, permasalahan nasabah tersebut saat ini dalam proses hukum untuk penyelesaiannya. Pihaknya sudah melaporkan permasalahan ini ke aparat penegak hukum, untuk itu perseroan berharap agar nasabah bisa bekerja sama untuk penyelesaian masalah ini.
Menurut Chaerul, Bank BTN menjamin keamanan seluruh transaksi nasabahnya dengan menerapkan Prudential Banking dan Good Corporate Governance sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ia juga meminta semua pihak untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan sehingga bisa melihat fakta yang sesungguhnya.
Bank BTN akan senantiasa taat asas dan taat hukum serta mematuhi dan menjalankan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
“Kami berkomitmen untuk menindak tegas terhadap setiap pelanggaran hukum serta tidak akan melindungi pihak manapun yang terbukti melakukan pelanggaran hukum,” jelasnya. (Maizal Walfajri/Kontan)