Kemudian, Iqbal juga mengatakan terjadi diskriminasi upah.
Menurutnya di dalam UU Perburuhan dan Konvensi ILO No 133, tidak boleh ada diskriminasi upah.
"Kalau ada perusahaan padat karya orientasi ekspor dan ada yang tidak ekspor, masa di diskriminasi?" ujar Said Iqbal.
Baca juga: Kemnaker: Permenaker 5/2023 Tidak Terkait Usulan No Work No Pay
Menurutnya hal ini jelas akan merugikan perusahaan orientasi dalam negeri, karena harus tetap membayar upah buruh secara penuh.
Di saat yang sama buruh di perusahaan orientasi ekspor upahnya hanya 75 persen.
"Akibatnya produk perusahaan orientasi pasar dalam negeri tidak laku, karena ada penurunan daya beli," ujarnya.
Tanggapan Kemenaker
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (PHI dan Jamsos) Indah Anggoro Putri mengatakan, tujuan Permenaker ini untuk memberikan perlindungan bagi pekerja dan buruh, sekaligus mempertahankan kelangsungan kerja para buruh.
Putri juga menekankan pentingnya pemerintah menyeimbangkan keberlangsungan usaha dalam aturan yang dibuat.
Sehingga Permenaker ini juga mempertahankan usaha bagi perusahaan padat karya tertentu berorientasi ekspor terdampak ekonomi global yang membuat permintaan pasarnya menurun.
"Ada beberapa serikat pekerja mengatakan Permenaker ini terlalu pro pengusaha, nggak juga. Kita berusaha menjaga balance. Permenaker ini benar-benar untuk melindungi pekerja/buruh dan juga kelangsungan usaha," ujarnya.
Perubahan ekonomi global yang disebabkan kondisi geopolitik mengakibatkan penurunan permintaan pasar yang cukup signifikan terhadap produk perusahaan industri padat karya (IPK) tertentu, khususnya yang berorientasi ekspor.
Hal tersebut menyebabkan perusahaan terpaksa menahan laju produksinya dan melakukan berbagai tindakan efisiensi.
Kondisi perusahaan IPK tertentu berorientasi ekspor tersebut telah mengakibatkan perusahaan mengambil keputusan untuk Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).