News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemain PLTS Atap Bertumbangan, AESI Keluhkan Pemasangan Instalasi Dipersulit

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PLTS Atap di pabrik tepung terigu PT Bungasari Flour Mills Indonesia di Kawasan Industri Medan. Energi surya dan angin akan berkontribusi hingga 55 persen dari total semua sumber energi kelistrikan hingga tahun 2060.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah pelaku usaha di sektor Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) kesulitan mempertahankan bisnis di tengah pembatasan pemasangan PLTS Atap oleh PT PLN.

Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Fabby Tumiwa menyatakan, energi surya fotovoltaik atau PLTS sebenarnya mampu menjadi tulang punggung bauran energi terbarukan, tidak hanya sampai 2025 melainkan juga untuk target net-zero emission (NZE) tahun 2060 atau lebih cepat.

“Sayangnya pengembangan PLTS skala besar di Indonesia masih belum terlihat dan PLTS atap juga terhambat karena Permen ESDM No 26/2021 tidak diimplementasikan, termasuk adanya pembatasan kapasitas dan upaya mempersulit perizinan PLTS Atap yang dilakukan PLN,” jelasnya dalam media briefing di Jakarta, Selasa (21/3/2023).

Dia mengatakan, sejak awal tahun 2022 terjadi pembatasan kapasitas PLTS atap 10 sampai 15 persen yang diterapkan pada berbagai pelanggan, mulai dari residensial (rumah tangga) hingga industri.

Pembatasan kapasitas ini tidak sesuai dengan ketentuan Permen ESDM No 26/2021 yang mengizinkan hingga maksimum 100 persen daya listrik terpasang. Adanya pembatasan ini menurunkan minat calon pelanggan untuk menggunakan PLTS atap.

Padahal, permintaan PLTS mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan sejak 2018, tepat di saat peraturan menteri pertama tentang PLTS atap yakni Permen ESDM No 49 Tahun 2018 berlaku. Namun di tahun 2022 pertumbuhan pengguna PLTS atap dan kapasitas terpasangnya tidak setinggi 5 tahun sebelumnya.

Ketua Asosiasi Pabrikan Modul Surya Indonesia (Apamsi) Linus Andor Mulana Sijabat menyatakan saat ini hampir semua anggota asosiasi telah menghentikan produksinya karena tidak ada permintaan.

“Mungkin produsen modul surya yang hidup sekarang hanya tersisa satu atau dua saja. PT Sky Energy Indonesia Tbk (JSKY) masih tetap produksi untuk ekspor meski tidak banyak dan PT LEN karena usahanya tidak cuma pabrik surya jadi masih bisa bertahan,” jelasnya.

Linus menyebut, saat ini total kapasitas produksi APAMSI sebesar 580 Megawatt dengan rata-rata utilisasi hanya 5 persen karena banyak yang tidak beroperasi. Ini sudah terjadi dari beberapa tahun lalu.

Baca juga: Dampak Krisis Iklim, Industri Global Mulai Gunakan PLTS

Ia bilang, sejak tahun 2013, APAMSI telah mengupayakan investasi dalam jumlah besar untuk memajukan industri modul surya dalam negeri namun belum berhasil karena captive dan demand dari energi surya di Indonesia belum terlihat jelas.

Perkumpulan Pemasang PLTS Atap Seluruh Indonesia (PERPLATSI) menyebutkan bahwa kendala dalam meningkatkan kapasitas PLTS atap, baik karena kebijakan atau implementasi yang kurang mendukung, sangat berpengaruh terhadap lapangan pekerjaan bagi industri energi surya yang tumbuh.

Baca juga: PLTS Terpusat 70kWp Pulau Balang Caddi Sulawesi Selatan Kini Bisa 24 Jam Layani Masyarakat

Ini merupakan implikasi dari banyaknya proyek pemasangan PLTS atap yang tertunda sejak tahun lalu karena ketidakjelasan implementasi aturan, sehingga pekerjaan hijau (green jobs) di sektor ini juga berpotensi hilang.

Muhammad Firmansyah, Bendahara Umum Perplatsi menyatakan, industri energi surya di Indonesia sedang tidak baik - baik saja.

Kondisi ini dialami oleh banyak perusahaan pemasang PLTS atap (EPC), tidak hanya anggota Perplatsi saja.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini