Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) disebut membuat investor melarikan dananya menuju tempat investasi lain, ke luar dari Amerika Serikat (AS).
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual memperkirakan, aliran modal beralih menuju pasar obligasi hingga mata uang kripto.
"Selain obligasi, saham-saham teknologi dan kripto juga cenderung lebih bullish karena ekspektasi Fed yang tidak lagi agresif naikkan suku bunga," ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews.com, ditulis Jumat (24/3/2023).
Baca juga: Intip Dampak Bank Silicon Valley Kolaps dan Suku Bunga AS Naik Lagi ke Rupiah
Sementara itu, masih tebalnya dana masyarakat Indonesia di perbankan dikarenakan fundamental ekonomi dan neraca dagang baik.
"Likuiditas bagus ditopang oleh pemulihan ekonomi dan pertumbuhan kredit yang terjadi. Net ekspor juga surplus dan ini juga menambah likuiditas," kata David.
Dihubungi terpisah, Dosen sekaligus praktisi pasar modal Lanjar Nafi menyampaikan, dengan adanya kasus SVB, dampaknya langsung kepada minat akan Greenback atau dolar AS yang menurun.
Para nasabah dan investor di AS cenderung memindahkan uang mereka kepada aset obligasi ketimbang menyimpannya di bank untuk saat ini.
"DXY indeks atau indeks dolar AS alami penurunan signifikan sebagai indikasinya. Hal ini merupakan kabar baik untuk rupiah dan dapat menjadikan sinyal adanya penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat ini," pungkasnya.
Dana Asing Masuk ke Pasar SBN dalam Sepekan Senilai Rp 9,62 Triliun
SIlicon Valley Bank bangkrut. Ternyata, hal itu menciptakan adanya pelarian investasi ke pasar obligasi Indonesia. Aliran masuk (inflow) dana asing turut didukung agresivitas The Fed yang melunak terkait suku bunga.
Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM) Reza Fahmi mencermati, sejak terjadi peristiwa SVB terlihat bahwa kepemilikan asing pada obligasi pemerintah Indonesia naik signifikan.
Mengutip laman resmi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), dana asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN) terpantau naik signifikan pasca informasi kebangkrutan SVB di hari Jumat (10/3) lalu.
Dari tanggal 10 Maret 2023 hingga 17 Maret 2023, kepemilikan asing di pasar SBN bertambah sekitar Rp 9,62 triliun menjadi Rp 805,78 triliun. Nilai tersebut cukup signifikan bertambah dalam kurun waktu sepekan.
Reza menilai market saat ini yakin bahwa agresivitas The Fed akan lebih melunak dalam pengambilan keputusan suku bunga.
Selain itu, The Fed akan menganalisa kondisi perbankan di Amerika Serikat (AS) akan eksposur perbankan pada US Treasury, kecukupan modal, besaran deposan dan tingkat suku bunga yang diberikan oleh bank kepada Deposan.
Sejak kejadian SVB, yield US Treasury benchmark 10 tahun memang terpantau mengalami penurunan sekitar 50 basis poin (bps) dari level 3.9 persen menjadi 3.4 persen. Sementara, yield Surat Utang Negara (SUN) sempat mengalami penurunan sebesar 20-30 bps dari level 7.00 persen ke level 6.77%.
"Kami melihat langkah The Fed yang lebih lunak akan kebijakan tingkat suku bunganya, maka investor asing berpotensi untuk kembali berinvestasi pada negara-negara emerging market (EM), termasuk Indonesia," jelas Reza kepada Kontan.co.id, Selasa (21/3).
Sebagai informasi, Federal Reserve (The Fed) telah resmi menaikkan target suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) atau 0,25% ke level 4,75% - 5% pada pertemuan FOMC, Rabu (22/3).
Reza menyebutkan bahwa Indonesia menjadi salah satu tujuan investasi karena fundamental ekonomi Indonesia yang menuju arah lebih baik. Selain itu, nilai tukar rupiah relatif stabil dan tingkat suku bunga yang masih menarik di level 5,75%.
Research & Consulting Manager Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro melihat adanya penambahan dana asing ke pasar SBN salah satunya terdorong oleh efek dari runtuhnya Silicon Valley Bank. Isu SVB membuat investor juga cenderung mengalihkan dananya dari pasar saham domestik ke pasar SBN.
Baca juga: Silicon Valley Bank Bangkrut, Ada Dampak Psikologis ke Indonesia, Tapi Cuma Sebentar
Kolapsnya SVB ini telah meningkatkan persepsi pasar bahwa kebijakan agresif dalam menaikkan Fed Funds Rate (FFR) bakal direm oleh The Fed. Dimana sebelum munculnya kasus SVB, Gubernur The Fed menyampaikan pernyataan bernada hawkish.
"Inilah yang membuat pasar obligasi mendapat manfaat positif, sehingga yield turun," kata Nico kepada Kontan.co.id, belum lama ini.
Menurut Nico, pasar obligasi berpotensi besar terus dilirik investor asing. Hal itu karena real yield Indonesia dinilai masih sangat atraktif dibandingkan negara regional lainnya.
Sebagai gambaran, jika melihat tingkat yield SUN tenor 10 tahun saat ini yang berkisar 6,68%, lalu dikurangi dengan tingkat inflasi sebesar 5,47%, maka real yield Indonesia berada di level 1,21%. Apabila dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand, real yield kedua negara tersebut hanya sebesar 0,24% dan minus 1,34%.
Nico berpandangan bahwa aliran dana asing akan lebih deras lagi masuk ke pasar SBN saat The Fed mengindikasikan kenaikan suku bunga lebih dovish. Hal ini akan mendorong tingginya minat investor asing terhadap pasar surat utang negara Indonesia.