News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Utang AS dan China Membengkak, IMF Peringatkan Dampaknya Bisa Picu Krisis Ekonomi Dunia

Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Departemen Urusan Fiskal Dana Moneter Internasional (IMF) Vitor Gaspar

Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Kepala Departemen Urusan Fiskal Dana Moneter Internasional (IMF) Vitor Gaspar memperingatkan sejumlah negara untuk bersiap menghadapi ancaman krisis.

Peringatan tersebut diserukan Gaspar setelah AS dan China selaku pemain terbesar pasar global mengalami pembengkakan utang yang drastis selama setahun terakhir.

Pada 2022 lalu, rasio utang AS meningkat menjadi 121,7 persen sementara utang China melonjak menjadi 104,9 persen.

Hal ini sebagai imbas runtuhnya layanan perbankan AS. Kegagalan sejumlah bank dalam menghadapi krisis likuiditas membuat defisit anggaran Pemerintah AS bengkak dan tembus 1,1 triliun dolar AS.

Kondisi ini kian diperparah dengan adanya lonjakan permintaan domestik yang terjadi di pasar China, ditengah lesunya kegiatan ekspor.

Kedua sentimen ini yang kemudian membuat AS dan China mengalami defisit hingga utangnya bengkak kelevel tertinggi sejak pandemi Covid-19.

Kedua sentimen negatif ini juga turut membuat mendorong munculnya inflasi dan mengantarkan ekonomi dunia masuk ke jurang krisis.

Gaspar menyebut lebih dari 60 persen negara berpenghasilan rendah di dunia akan mengalami penurunan rasio utang terhadap PDB.

Sementara untuk negara besar seperti Brasil, Jepang, Afrika Selatan, Turki, dan Inggris semuanya akan melihat peningkatan beban utang lebih dari 5 persen.

Baca juga: Siap-siap Utang AS Makin Menggunung, Menkeu Yellen Optimis Kongres Setuju Naikkan Ambang Batas

Sejumlah cara kini telah ditempuh IMF agar dapat mencegah pembengkakan utang global, salah satunya dengan mempersempit kesenjangan fiskal cepat termasuk membatasi dukungan untuk harga energi.

Meski pembatasan harga energi dapat berpengaruh pada lonjakan harga pangan, namun cara ini diklaim dapat menurunkan inflasi tanpa kenaikan suku bunga yang tajam, seperti yang dikutip dari Bloomberg.

Baca juga: Melebihi Batas, Utang AS Tembus 28,42 Triliun USD, Menambah Ketidakpastian Pasar Keuangan

“Jadikan dukungan itu lebih terarah, hanya untuk mereka yang benar-benar membutuhkan dukungan – dan itu akan dengan cepat mengurangi defisit dan menjadi lebih efisien,” kata Mauro.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini