Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual mengatakan, satu persoalan di Amerika Serikat (AS) adalah kecenderungan dana masyarakat atau Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan menurun.
Hal tersebut dikarenakan banyaknya uang nasabah yang lari atau 'bocor' ke instrumen money market fund alias reksa dana pasar uang.
"Kenapa? karena memang suku bunga simpanan di Amerika Serikat itu relatif rendah. Kita lihat di situ suku bunga depositonya yang 1 tahun hanya 1,5 persen," ujarnya dalam "Peluncuran Buku: Kajian Stabilitas Keuangan No.40", Rabu (10/5/2023).
Baca juga: Bisnis Platform Kripto Triv Tumbuh di Tengah Kabar Bangkrutnya SVB dan Signature Bank
Sementara itu, reksa dana pasar uang di Negeri Paman Sam menghasilkan yield atau imbal hasil bisa 4,4 persen sampai 4,8 persen.
"Dan mereka bisa putar dananya dan menaruh atau memarkir dananya itu di overnight dari instrumen Fed (Bank Sentral AS) ya. Jadi, mereka ditawarkan setara dengan suku bunga Fed 4,75 persen," katanya.
David menambahkan, juga ada instrumen pasar modal yang lain, yakni obligasi ritel atau atau treasury direct dengan yield cukup tinggi berkisar 2,1 persen hingga 6,89 persen per tahun.
"Jadi, ada bleeding kelihatan ini dari perbankan masuk ke money market fund. Untungnya di Indonesia, instrumen semacam ini nggak ada, jadi nggak perlu khawatir," pungkasnya.