"Demi keselamatan lingkungan serta yang lainnya, kami minta (Peraturan Pemerintah No 26 Tahun 2023) dikaji ulang," pungkasnya.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menanggapi kebijakan baru tersebut melalui akun resmi Twitternya @susipudjiastuti, Minggu (28/5/2023).
Dihentikan Susi mengatakan, kebijakan baru pemerintah terkait pemanfaatan pasir laut akan berdampak pada kerugian lingkungan yang lebih besar. Karenanya, ia berharap pemerintah membatalkan kebijakan baru tersebut.
"Semoga keputusan ini dibatalkan. Kerugian lingkungan akan jauh lebih besar. Climate change sudah terasakan dan berdampak. Janganlah diperparah dg penambangan pasir laut," tulis Susi melalui akun Twitternya @susipudjiastuti dikutip Kompas.com, Senin (29/5/2023).
Pada Pasal 9 ayat 2 huruf d dalam Bab IV PP Nomor 26 Tahun 2023 disebutkan bahwa pemanfaatan pasir laut berupa reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha dan atau ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
“Ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan,” bunyi Pasal 9 ayat 2 huruf d Bab IV PP Nomor 26 Tahun 2023, dikutip Senin (29/5/2023).
KKP melakukan penghentian kegiatan penambangan pasir yang tidak dilengkapi dengan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) di perairan Pulau Rupat-Kepulauan Riau.
Sejarah Kelam
Sejarah kelam ekspor pasir laut sejak era Presiden Megawati Soekarno Putri hingga Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), baik eksploitasi pasir laut maupun dengan alasan semacam pemanfaatan sedimentasi hasil keruk, dilarang. Apalagi berorientasi ekspor.
Pengerukan pasir laut untuk dijual ke luar negeri kala itu jadi kontroversi. Ini karena aktivitas ini membuat kerusakan ekosistem pesisir dan laut. Imbasnya, nelayan terpuruk karena hasil tangkapannya merosot.
Dampak yang lebih ekstrem lagi, ekspor pasir laut memicu tenggelamnya pulau-pulau kecil akibat pasirnya dikeruk dan makin diperparah dengan abrasi setelahnya.
Baca juga: Langkah Jokowi Buka Ekspor Pasir Laut Dinilai Dapat Timbulkan Abrasi Besar
Dilansir dari Harian Kompas, salah satu daerah yang marak eksploitasi pasir laut adalah Kepulauan Riau. Sejak 1976 hingga 2002, pasir dari perairan Kepri dikeruk untuk mereklamasi Singapura.
Volume ekspor pasir ke Singapura sekitar 250 juta meter kubik per tahun. Pasir dijual dengan harga 1,3 dollar Singapura per meter kubik.
Padahal seharusnya harga dapat ditingkatkan pada posisi tawar sekitar 4 dollar Singapura. Dengan selisih harga itu, Indonesia rugi sekitar 540 juta dollar Singapura atau Rp 2,7 triliun per tahun.