TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah dan pengusaha jalan tol Jusuf Hamka saat ini saling menagih utang miliaran rupiah.
Awalnya, Jusuf Hamka yang merupakan bos PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) menagih utang kepada pemerintah sejak 1998 yang kini nilainya sebesar Rp800 miliar.
Namun, dalam proses penagihan utang, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut perusahaan grup CMNP memiliki utang kepada pemerintah senilai Rp755 miliar.
Baca juga: Bertemu Mahfud MD Untuk Bahas Utang Rp 800 Miliar Pemerintah, Jusuf Hamka: Allahuakbar!
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan, tiga perusahaan yang tergabung dalam PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) milik Jusuf Hamka memiliki utang kepada negara senilai Rp 755 miliar.
Yustinus Prastowo mengatakan, utang tersebut terkait dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"3 perusahaan yang terafiliasi dengan Ibu SHR (Siti Hardijanti Rukmana/Tutut) memiliki utang sekitar Rp 775 miliar terkait BLBI," kata Yustinus Prastowo saat dihubungi Tribunnews, Selasa (13/6/2023).
Saat ditanyai soal tiga perusahaan CMNP itu, Yustinus Prastowo enggan menjelaskan lebih rinci. Namun, dia memastikan, pemerintah telah melakukan hak tagih terhadap perusahaan tersebut.
"Sudah dilakukan, berproses," tutur Prastowo.
Adanya tuduhan tersebut, Jusuf pun tak segan untuk membayar hingga Rp 70 triliun apabila memang terbukti pihaknya memiliki utang kepada pemerintah.
"Kalau (terbukti punya utang) Rp 700 miliar. Gua kasih 100 kali. Rp 70 triliun," katanya di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (13/6/2023).
Apabila tak terbukti, Jusuf menyebut pemerintah hanya perlu membayar dia sebanyak Rp 1.
"Kalau enggak terbukti, bayar saya Rp 1 perak saja," ujarnya.
Menurut Jusuf, tak masuk akal jika ia sekarang menagih utang ke pemerintah, jika dirinya sendiri memiliki utang.
"Saya menang di Mahkamah Agung. Kalau saya menang, misalnya saya masih punya utang, ngapain bikin berita acara kesepakatan? Ngapain saya dipanggil? Minta diskon pula. Sudahlah jangan debat kusir. Utang ya utang. Mau dibayar alhamdulillah, enggak dibayar ngadu kepada Allah. Sudah gitu saja," kata Jusuf.
Klarifikasi Kemenkeu
Kemenkeu melalui Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu, Rionald Silaban mengklarifikasi soal utang senilai Rp 775 miliar yang disebut memiliki sangkutan dengan Jusuf Hamka.
Menurut Rionald, utang yang dimaksud adalah dari Citra Lamtoro Gung dimana perusahaan tersebut berbeda dengan PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP).
"Waktu saya bilang grup Citra itu, itu Grup Citra yang namanya Citra Lamtoro Gung. Urusan saya itu masih ada di grup Citra yang saya tagih, itu berbeda dengan CMNP," kata Rionald kepada wartawan saat ditemui di Kompleks Parlemen DPR RI, Selasa (13/5/2023).
Dikatakan Rionald, saat ini Direktorat Jenderal Kekayaan Negara masih terus menagih utang kepada tiga perusahaan grup Citra.
"Kami masih terus tagih yang tiga grup Citra. Mbak Tututnya kan kami panggil," jelasnya.
Baca juga: Mahfud MD Sebut Negara Telah Akui Utang ke Jusuf Hamka Sejak Era Menkeu Bambang Brodjonegoro
Adapun saat ditanya soal keterkaitannya dengan Jusuf Hamka, Rionald enggan menjelaskan lebih rinci.
"Soal kepemilikan itu kamu bisa lihat di soal kepemilikannya," ungkapnya.
Rionald Silaban juga sempat mengatakan Grup Citra masih memiliki utang senilai ratusan miliar rupiah ke negara. Utang tersebut berkaitan dengan dana BLBI terhadap 3 entitas grup milik Siti Hardijanti Rukmana atau Tutut.
"Kami sendiri masih memiliki tagihan kepada 3 perusahaan Grup Citra. Ratusan miliar," katanya.
Mahfud Akan Pelajari
Menteri Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD melakukan pertemuan dengan Jusuf Hamka di kantornya, Selasa (13/6/2023) sore.
Ini kali kedua Jusuf menghampiri kantor Kemenko Polhukam hari ini. Namun, kali ini ia langsung bertemu dengan Mahfud MD.
Mahfud MD mengatakan, ia mengundang Jusuf terkait berita yang simpang siur akan utang yang dimiliki pemerintah terhadap si bos jalan tol.
"Saya undang beliau ke sini [karena] masih simpang siur beritanya. Saya resmi diminta presiden menangani masalah utang negara terhadap pihak swasta dan masyarakat. Saya baru dengar ini dan minta dokumen dan sebagainya. Kemudian saya juga akan konfirmasi ke Kementerian Keuangan," kata Mahfud di kantornya.
Ia mengaku pemerintah memiliki utang kepada Jusuf Hamka. Hal tersebut juga merupakan hasil keputusan dari Mahkamah Agung (MA).
"Sementara dari penjelasan dan dokumen yang saya miliki memang dari segi hukum ya negara punya utang. Karena terlepas kontroversi yang sertai itu sudah putusan MA sudah inkrah sampai PK," ujar Mahfud.
Ia kemudian mengungkap bagaimana pergantian Menteri Keuangan menyebabkan kasus utang pada Jusuf Hamka ini macet.
"Sudah pernah diakui negara dengan satu perjanjian resmi. Namun, ketika ganti menteri, itu tidak jalan," kata Mahfud.
"Dokumen lengkap saya pelajari. Negara akui waktu zaman Pak Bambang Brodjonegoro. Menteri Keuangannya dia. Tapi ganti orang suruh pelajari lagi, ganti menteri suruh pelajari lagi, tapi sampai sekarang macet," lanjutnya.
Maka dari itu, Mahfud menyebut akan mempelajari lebih lanjut lagi dokumennya pekan depan setelah melakukan kunjungan kerja (kunker).
"Oleh sebab itu, saya lihat dulu dokumennya. Nanti saya kunker dulu ke luar daerah sampai akhir pekan, tapi minggu depan akan saya koordinasikan," katanya.
Ia berujar juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengenai kasus utang kepada Jusuf Hamka ini.
"Saya juga komunikasi ke Kemenkeu untuk ketahui posisinya dan pandangannya seperti apa. Karena ini tiba-tiba muncul. Maka saya tanya pandangannya. Saya mulai stafnya dulu. Nanti saya akan ketemu dengan Menteri Keuangan," ujar Mahfud.
Awal Mula Utang Pemerintah
Jusuf Hamka menyampaikan, utang pemerintah itu bermula saat krisis keuangan tahun 1997 sampai 1998.
Kala itu, keadaan perbankan mengalami kesulitan likuditas hingga mengalami kebangkrutan.
Krisis keuangan yang menerpa Indonesia saat itu membuat tak sedikit perbankan mengalami kebangkrutan karena likuiditas yang tersendat.
Karenya, pemerintah meluncurkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) guna membantu pembayaran kepada para penyimpan deposito atau deposan.
Dari hal itulah, hadir satu bantuan likuditas yang dikenal dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yang merupakan bantuan untuk bank agar bisa membayar kepada deposan-deposan.
CMNP sendiri memiliki deposito di Bank Yakin Makmur (Bank Yama). Namun, tidak mendapatkan gantinya karena dianggap berafiliasi dengan Bank Yama.
"Pemerintah menganggap kita ada afiliasi karena Bank Yama yang katanya punya Mba Tutut, sedangkan Citra Marga perusahaan tbk," jelasnya.
Gugat Pemerintah Sejak 2012
Pada 2012 lalu, Jusuf Hamka menggugat pemerintah ke pengadilan. Hal tersebut tak lain agar mendapatkan ganti atas deposito yang belum dibayarkan itu.
Hasil saat itu, CMNP menang atas gugatannya dan pemerintah harus membayar kewajiban kepada perusahaan berserta bunganya.
Namun, sampai 2015 pemerintah belum juga membayar. Jusuf Hamka mengungkap utang pemerintah membengkak dengan bunganya menjadi Rp 400 miliar.
"Karena waktu itu pengadilan memerintahkan bayar bunganya sekalian, akhirnya sampai Rp 400 miliar sampai 2015," ujarnya.
Jusuf Hamka juga mengaku, selama 8 tahun ini sudah berusaha menagih utang ini ke Kementerian Keuangan.
Baca juga: Jusuf Hamka: Siapapun Presidennya, Negara Harus Tanggung Jawab Membayar Utang
Dia bahkan sudah bertemu dengan jajaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. Namun hasilnya nihil, dia merasa hanya diberikan janji saja.
"Dengan Departemen Keuangan saya sudah bicara ke bu menteri, baik secara lisan, tertulis, ketemu beliau, sampai sekarang cuma janji janji doang," kata dia.
"Uang ini kita buat pengembangan tol kita ini kan uang publik. Kalau ada keputusan MA berartikan kita benar. Nggak tahu ini di ping pong kanan kiri," lanjutnya.
Di sisi lain, Jusuf Hamka juga sudah menyurat kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kemenkeu tetapi hasilnya dilempar ke Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam). Karena katanya harus diverifikasi ulang lagi.
"Dilempar ke Polhukam, sudah 3 tahun di Polhukam nggak ada berita apa apa juga, kita didiemin. Negara tidak boleh mentang-mentang kuasa, kan nggak boleh. Kita harus duduk sama rendah sama tinggi, swasta juga peran serta untuk pembangunan bukan hanya negara," tutur dia.
"Sekarang obligor yang utang BLBI pemerintah memberi sanksi, terus kalau pemerintah punya utang kepada pengusaha dan sudah ada perdamaian loh dari Departemen Keuangan sudah ada kesepakatan, bahwa akan dibayar 2 minggu, setelah saya menyetujui dikasih diskon, terus nggak dibayar," tambahnya.