Laporan Wartawan Tribunnews, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen membela peran penting dolar dalam perdagangan internasional setelah para pemimpin Brasil dan Afrika Selatan mempertanyakan dominasinya.
Presiden kedua negara itu tampil bersama dalam sebuah panel pada konferensi di Paris yang berlangsung Jumat (23/6/2023).
Cyril Ramaphosa dari Afrika Selatan mengatakan isu mata uang akan menjadi salah satu agenda utama yang dibahas ketika kelompok BRICS bertemu akhir tahun ini.
Baca juga: Indonesia dan Beberapa Negara Perluas Dedolarisasi, Apa Untungnya Bagi RI?
Dalam konferensi pers menjelang KTT keuangan, Yellen membalas gerakan dedolarisasi dengan menyoroti alasan mengapa mata uang AS mendominasi perdagangan.
"Ada alasan yang sangat bagus mengapa dolar digunakan secara luas dalam perdagangan, dan itu karena kita memiliki pasar modal yang dalam, likuid, terbuka, supremasi hukum dan instrumen keuangan yang panjang dan dalam," kata Yellen.
Pembelaan Yellen terhadap dolar datang pada saat beberapa negara saingan AS seperti China dan Rusia sedang berusaha untuk melengserkan dolar dalam upaya untuk menggerogoti kekuatan ekonomi AS.
Beijing meminta pemasok di Timur Tengah untuk berdagang menggunakan mata uang yuan daripada dolar pada Desember, dan telah meningkatkan pembelian emasnya selama tujuh bulan berturut-turut untuk mendiversifikasi cadangannya.
Sementara itu, Rusia telah beralih menggunakan renminbi sebagai salah satu cadangan utamanya, dengan Presiden Vladimir Putin melarang negara-negara yang "tidak ramah" menyelesaikan kontrak gas alam dalam mata uang apa pun selain rubel.
Adapun negara-negara BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) juga telah berulang kali berjanji untuk meluncurkan mata uang cadangan baru yang mereka harap dapat menggeser greenback.