TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Metal dan pertambangan mineral diprediksi masih menjadi salah satu sektor favorit hingga akhir tahun 2023.
Equity Analyst KB Valbury Sekuritas, Desy Israhyanti mengatakan outlook sektor pertambangan masih bervariasi, namun kinerja metal mining masih menjadi yang favorit.
"Kami lihat masih akan mencatatkan pertumbuhan positif karena didukung oleh kebijakan pemerintah dengan pengembangan smelter saat ini serta transisi energi yang digencarkan," kata Desy Israhyanti dalam keterangannya, Selasa (18/7/2023).
Baca juga: Akhir Pekan, Emas Antam Terkoreksi ke Level Rp 1.074.000 Per Gram
Sejalan dengan itu, meski masih menunggu kinerja pada semester I 2023, Desy memperdiksi kinerja PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau Antam masih akan bertumbuh.
"Untuk fundamental Antam, kami masih cukup optimistis di tahun ini masih mengalami pertumbuhan. Sementara harga sahamnya akan lebih volatile terpengaruh sentimen pergerakan ekonomi global yg lamban, kebijakan pemerintah serta pergerakan harga acuan itu sendiri dengan Top Price (TP) ANTAM Rp 2.750," rinci Desy.
Desy memprediksi, berbeda dari sektor metal, untuk batubara dan oil & gas masih akan menantang di tahun ini yang lebih banyak dipengaruhi dari sisi normalisasi harga imbas ketidakpastian ekonomi yang tinggi, El-Nino dan kebijakan otoritas.
Baca juga: Laba Antam Diprediksi Tumbuh 30 Persen, Permintaan Emas dan Nikel Meningkat Jadi Faktornya
Sebelumnya, JP Morgan menggelar JPM Asean Energy&Metal Forum, 11-12 Juli 2023, yang dihadiri 50 investor. JP Morgan memprediksi para pemain nikel optimistis, profitabilitas membaik pada paruh kedua 2023.
Alasannya, ASP nikel kelas dua (NPI dan feronikel) kini sudah mendekati support kuat, sedangkan penurunan harga energi akan menopang perbaikan profitabilitas pada semester II-2023.
JP Morgan percaya, untung para pemain nikel tak jauh dari level US$ 2.000 per ton dalam kondisi kelebihan pasokan seperti saat ini. ASP akan mengikuti pergerakan biaya.
Selain itu, ANTM sebagai salah satu emiten nikel juga nilai sahamnya diprediksi tahan banting dan masih bisa memberikan cuan melimpah kepada sang pembeli. Alasannya, masih ada peluang investasi.
Katalis kuatnya adalah harga nikel yang bangkit serta agresivitas pemerintah Tiongkok, penyerap nikel terbesar, memberikan stimulus untuk merangsang ekonomi.
Berdasarkan data Trading Economics, harga nikel kini di bawah US$ 21 ribu per ton di LME, mendekati level terendah pada 28 Juni 2022. Penyebabnya adalah pelemahan ekonomi China, salah satu negara penyerap nikel terbesar dunia.
Untuk diketahui, laba tahun berjalan ANTM hingga kuartal I 2023 mencapai Rp 1,66 triliun atau tumbuh sebesar 13 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar Rp 1,47 triliun.
Untuk diketahui Emas Antam masih menjadi komoditas unggulan perusahaan yang mana kontributor pada penjualan bersih perusahaan pada kuartal I 2023 mencapai Rp 7,01 triliun atau sebesar 60% dari total penjualan bersih.
Diikuti oleh bijih nikel sebesar Rp 2,98 triliun atau 26%. Dilanjutkan dengan feronikel Rp 1,20 triliun atau 10%, dan komoditas bauksit dan alumina sebesar Rp 326 miliar atau sebesar 3%.(Kontan)