TRIBUNNEWS.COM - Sejumlah wilayah Indonesia mengalami kelangkaan LPG subsidi 3 kg.
Terkait dengan hal tersebut, pihak Pertamina buka suara.
"Mengenai ini (kelangkaan LPG 3 kilogram), kemarin Bapak Presiden kan ada kunjungan di Malang beserta Menteri BUMN. Dengan adanya laporan dari masyarakat di sana, Pak Menteri tadi telepon saya," ucap Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati di Indonesia Convention and Exhibition Tangerang, Selasa (25/7/2023).
Nicke mengungkapkan, kelangkaan ketersediaan LPG 3 kilogram dikarenakan permintaan (demand) meningkat drastis.
Terutama pada periode libur panjang, seperti hari raya Idul Adha dan Tahun Baru Hijriyah.
"Nah kenapa di berbagai daerah muncul isu itu (langka)? Jadi, beberapa waktu yang lalu, ada hari libur iduladha, kemudian hari libur hari raya 1 Muharram," papar Nicke.
Setiap hari libur, menurut Nicke, akan terjadi peningkatan konsumsi, sehingga terjadi peningkatan di atas rata-rata harian.
Baca juga: Anggota Komisi VII: Kuota Gas LPG 3 Kg Sudah Ditetapkan Pemerintah
Dikutip dari laman Pertamina, Nicke menambahkan, pihaknya tengah mempercepat distribusi dan memastikan stok LPG 3 kg aman.
"Kita sedang melakukan recovery dari penyediaan distribusinya untuk mempercepat. Namun demikian ketersediaan LPG 3 Kg ini terus dipastikan aman dan mudah-mudahan dalam satu minggu ke depan bisa berangsur normal," tambahnya.
Untuk menjaga stok LPG, lanjut Nicke, pihaknya melakukan operasi pasar.
Hal itu dilakukan oleh Pertamina yang bekerja sama dengan Pemerintah Daerah.
"Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan operasi pasar. Kita bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk mengidentifikasi di mana lokasi-lokasi yang harus kita buka operasi pasar. Upaya itu agar pengelolaan stok LPG efektif langsung ke masyarakat," ungkap Nicke.
Nicke menambahkan, menurut data pemerintah ada sekitar 60 juta rumah tangga yang berhak menerima subsidi dari total sebanyak 88 juta rumah tangga atau sekitar 68 persennya.
"Namun hari ini jika melihat data, berapa persen penjualan LPG subsidi terhadap total LPG angkanya ternyata tinggi, mencapai 96 persen, jadi kita bisa melihat ada yang tidak tepat subsidinya."