Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berpeluang melemah pada Selasa (25/7/2023). Kemarin, rupiah ditutup stagnan di Rp 15.027 per dolar AS.
Analis pasar uang sekaligus Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, rupiah dapat melemah hingga Rp 15.080.
"Untuk perdagangan Selasa, mata uang rupiah fluktuatif. Namun, ditutup melemah di rentang Rp 15.010 per dolar AS hingga Rp 15.080 per dolar AS," ujar dia melalui risetnya, Selasa (25/7/2023).
Baca juga: IHSG Diprediksi Menguat Jelang Pengumuman Suku Bunga
Dia menjelaskan, sentimen eksternal yang memengaruhi rupiah adalah sinyal tentang lebih banyak dukungan kebijakan di China tidak banyak membantu sentimen yang lemah.
Dengan ketidakpastian atas rencana Fed atau Bank Sentral AS untuk tindakan suku bunga di masa depan membuat investor menghindari aset yang digerakkan oleh risiko.
Bank sentral Paman Sam tersebut bahkan masih diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada hari Rabu.
'Tapi apakah itu akan menandakan lebih banyak kenaikan suku bunga tahun ini masih harus dilihat, mengingat inflasi AS masih cenderung di atas kisaran target tahunan bank," kata Ibrahim.
Sementara, BOJ atau Bank Sentral Jepang telah memberikan sedikit indikasi bahwa pihaknya berencana untuk memperketat kebijakan ultra-longgarnya dalam waktu dekat dan secara luas diperkirakan akan mempertahankan suku bunga dan langkah-langkah pengendalian kurva imbal hasil Jumat ini.
Pemerintah Jepang mengatakan, pada hari Senin bahwa inflasi kemungkinan akan melambat lebih lanjut tahun ini, sebelum melambat menjadi sekitar 1,5 persen tahun depan ketika menghilangkan efek dari faktor-faktor yang terjadi satu kali.
Baca juga: Rupiah Senin Pagi Bertahan di 15.000 Per Dolar AS
Selanjutnya, fokus minggu ini juga pada pertemuan Bank Sentral Eropa pada hari Kamis, dengan bank akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin.
Sementara itu, sentimen internal yang memengaruhi rupiah, yakni para ekonom memperkiraan pertumbuhan ekonomi di tahun 2023 masih akan bertahan di atas konsensus, yaitu sebesar 5,1 persen.
Di mana, perkiraan tersebut sejalan dengan hasil produk domestik bruto (PDB) kuartal pertama 2023 yang lebih kuat dari perkiraan awal.
Salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi terus membaik hingga saat ini, karena konsumsi rumah tangga akan terus meningkat di semester kedua 2023 dengan didorong oleh inflasi yang rendah, aktivitas perekonomian yang kembali normal, serta peningkatan belanja pemilu.
Baca juga: Awal Pekan, Rupiah Ditutup Melemah Tipis ke Level Rp 15.020 Per Dolar AS
Di samping itu, perkiraan rata-rata inflasi tahun 2023 untuk Indonesia menjadi 3,9 persen dari sebelumnya 4,1 persen, di mana hal itu telah mencerminkan inflasi secara tahun berjalan yang lebih rendah dari perkiraan, sehingga ekspektasi terkait inflasi makanan akan relatif stabil.
Selain itu, pertumbuhan di kawasan ASEAN dinilai masih tetap sehat meskipun sedikit terjadi perlambatan, hal tersebut dikarenakan belum adanya dampak positif dari dibukanya kembali China dari pandemic Covid-19.
"Selain itu, perlambatan ekonomi di China sangat berdampak terhadap ekonomi di kawasan ASEAN," tutur Ibrahim.
"Dengan melambatnya ekonomi global maka, para ekonom telah memperkirakan beberapa perekonomian ASEAN termasuk Vietnam, Indonesia, dan Filipina akan tumbuh lebih dari 5 persen di tahun 2023, sementara Thailand dan Malaysia diperkirakan tumbuh di atas 4 persen," pungkasnya.