Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi satu-satunya yang terkontraksi di kuartal II 2023 sebesar minus 0,48 persen.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh Edy Mahmud menjelaskan kondisi ekonomi NTB minus di tengah laju perekonomian nasional disebabkan penurunan kegiatan pertambangan dan penggalian.
"Kalau kita lihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Nusa Tenggara Barat yang terkontraksi pada triwulan II 2023 ini disebabkan adanya penurunan kegiatan pertambangan dan penggalian, khususnya produksi tembaga," kata Edy di Gedung BPS, Jakarta, Senin (7/8/2023).
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di Kuartal II 2023 Tembus 5,17 Persen
Edy menambahkan kegiatan pertanian, kehutanan dan perikanan di NTB pun demikian menurun secara produktivitas.
“Ini ada kegiatan yang mewarnai penurunan dari PDRB di Nusa Tenggara Barat,” ucapnya.
Ekonomi NTB kuartal II 2023 negatif 0,48 persen, berbeda dengan ekonomi di NTT yang masih positif meski tipis 0,90 persen dan Bali 2,59 persen.
Baca juga: Konsumsi Rumah Tangga Jadi Sektor Pendorong Terbesar Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II 2023
Secara keseluruhan, ekonomi Bali-Nusra (Nusa Tenggara) tercatat 3,01 persen pada kuartal II 2023
"Jadi penurunan dari PDRB di NTB disebabkan pertami tadi adalah pertambangan dan penggalian, yang kedua adalah pertanian, kehutanan dan sebagainya," terang Edy.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo melarang ekspor konsentrat tembaga sejak Juni 2023.
Terkecuali PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara yang diberi kelonggaran untuk ekspor konsentrat tembaga hingga Mei 2024, karena memenuhi persyaratan telah menyelesaikan 50 persen pembangunan fasilitas pemurniannya (smelter) per Januari 2023.
Baca juga: BPS: Pengaruh Belanja Pemilu Terhadap Perekonomian RI Baru Berdampak di Masa Kampanye
Ekonomi NTB turun jika dibandingkan triwulan I-2023 yang masih tumbuh 3,57 persen.
Berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku triwulan I 2023 mencapai Rp40,10 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp25,30 triliun.
Namun, ekonomi NTB triwulan I-2023 terhadap triwulan sebelumnya mengalami kontraksi sebesar 2,37 persen (q-to-q).