Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING – Bank sentra China atau People's Bank of China (PBOC) kembali menyerukan sikap dovish dengan memangkas suku bunga pinjaman satu tahun, atau fasilitas pinjaman jangka menengah (MLF) sebesar 15 basis poin (bps) menjadi 2,5 persen, Selasa (15/8/2023).
Tak hanya itu dalam laporan tertulisnya PBOC juga turut memangkas suku bunga kebijakan jangka pendek sebesar 10 mbps menjadi 1,8 persen, terbesar sejak tahun 2020.
Kendati pemangkasan suku bunga yang dilakukan POBC bertentangan dengan pandangan bank sentral global yang belakangan aktif memperketat kebijakan moneternya dengan mengerek naik suku bunga ke level tertinggi.
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi China Melambat, Ini Pemicunya Menurut IMF
Namun bank sentral China meyakini bahwa pemangkasan suku bunga dapat menetralkan perekonomian negara yang saat ini tengah berkontraksi akibat anjloknya indeks harga konsumen (IHK) China sebesar 0,3 persen dan Indeks Harga Produsen (Producer Price Index/PPI) yang mengalami deflasi 4,4 persen (yoy).
Tak hanya itu dengan sikap dovish, China dapat mendorong obligasi pemerintah dengan begini tekanan pada Yuan bisa berkurang dan dapat kembali mencatatkan lonjakan nilai.
Mengingat selama perdagangan kemarin nilai Yuan telah mengalami penurunan tajam, merosot 82 basis poin menjadi 7,1768 terhadap dolar AS, hingga memperpanjang kerugian untuk ssi ketiga beruntun setelah terpangkas 99 basis poin pada sesi sebelumnya.
"PBOC menurunkan suku bunga kebijakannya dengan margin yang lebih besar dari biasanya, imbas meningkatnya kekhawatiran di kalangan pembuat kebijakan tentang kesehatan ekonomi China," kata Capital Economics.
“Dengan pemotongan suku bunga dasar pinjaman (LPR) langkah-langkah pelonggaran diharap dapat memberikan stimulus moneter dan perekonomian negara,” tambah Capital Economics.
Ekonomi China Terkontraksi
Ancaman deflasi mulai menghantui Chian usai sektor industri di negara tirai bambu ini amblas jadi 3,7 persen pada Juli 2023 (yoy), lebih rendah dari estimasi median 4,3 persen yang di survei ekonom Bloomberg akibat melemahnya kegiatan ekspor impor.
Kondisi tersebut kian diperparah dengan adanya krisis kredit Kepemilikan rumah serta adanya lonjakan angka pengangguran yang mencapai 5,3. Serangkaian tekanan ini yang membuat ekonomi China terus berkontraksi hingga terancam mengalami perlambatan atau deflasi.