Sektor-sektor strategis seperti manufaktur dan perdagangan tumbuh secara ekspansif, didukung oleh konsumsi masyarakat yang mulai pulih serta solidnya kinerja ekspor. Neraca perdagangan telah mengalami surplus selama 27 bulan berturut-turut.
Sektor manufaktur yang mengalami pemulihan kuat menopang tingginya kinerja ekspor nasional.
Jokowi mengatakan hal ini mencerminkan keberhasilan strategi hilirisasi industri yang kita jalankan sejak 2015.
Tingginya kinerja ekspor juga didukung oleh sektor pertambangan seiring meningkatnya harga komoditas global.
Sektor transportasi dan akomodasi yang paling terdampak pandemi juga mulai mengalami pemulihan.
Masing-masing tumbuh 21,3 persen dan 9,8 persen pada Triwulan II 2022.
Pada Juli 2022, Indikator Purchasing Managers’ Index (PMI) meningkat menjadi 51,3 persen, mencerminkan arah pemulihan yang semakin kuat pada Semester II.
Kemudian laju inflasi Indonesia masih jauh lebih moderat dibandingkan dengan negara lain.
Per Juli, tingkat inflasi Indonesia sebesar 4,9 persen (YoY).
Hal itu ditopang oleh peran APBN dalam menjaga stabilitas harga energi dan pangan.
Konsekuensinya, anggaran subsidi dan kompensasi energi pada tahun 2022 meningkat menjadi Rp502 triliun.
“Ke depan, kita harus terus waspada. Risiko gejolak ekonomi global masih tinggi. Perlambatan ekonomi dunia tetap berpotensi memengaruhi laju pertumbuhan ekonomi domestik dalam jangka pendek,” ucap Presiden.
“Konflik geopolitik dan perang di Ukraina telah menyebabkan eskalasi gangguan sisi suplai yang memicu lonjakan harga-harga komoditas global dan mendorong kenaikan laju inflasi di banyak negara, tidak terkecuali Indonesia,” sambungnya.
Lebih lanjut, Presiden mengungkapkan Bank Sentral di banyak negara melakukan pengetatan kebijakan moneter secara agresif.