Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mengungkapkan masih terdapat sejumlah pedagang yang menggunakan permen sebagai alat kembalian untuk para konsumennya, saat melakukan kegiatan transaksi jual-beli di merchant, toko, ataupun warung.
Biasanya, permen digunakan sebagai alat kembalian disaat para pedagang tersebut tak memiliki uang nominal kecil.
Contohnya, ada seorang konsumen membeli sebungkus roti dengan harga Rp14.500 di sebuah toko atau warung. Konsumen tersebut membayar dengan uang tunai senilai Rp15.000.
Baca juga: Proses Produksi Mengadopsi Teknologi Tinggi, BI Sebut Uang Rupiah Kertas Sulit Dipalsukan
Namun, karena si pedagang atau penjaga toko tak memiliki uang kembalian koin nominal Rp500, akhirnya si konsumen diberikan sejumlah permen sebagai gantinya.
Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI, Marlinson Hakim menyayangkan masih adanya praktik tersebut, dan bagi para konsumen berhak untuk menolak uang kembalian dalam bentuk permen.
Karena permen bukanlah alat pembayaran.
"Ada toko yang mengembalikan dengan permen. Itu masyarakat berhak menolak karena memberikan kembalian harus uang kan," ucap Marlinson Hakim di Festival Rupiah Berdaulat Indonesia di Istora Senayan Jakarta, Jumat (18/8/2023).
Ia melanjutkan, hal ini terjadi lantaran uang logam Rupiah seiring berjalannya waktu semakin dipandang sebelah mata.
Tak sedikit pula masyarakat yang enggan bertransaksi menggunakan uang logam.
Salah satu alasannya karena nilainya sangat kecil. Yakni mulai dari pecahan Rp100, Rp200, hingga Rp500.
"Jadi masyarakat menganggap uang logam ini seperti kecil dan tidak berarti. Banyak masyarakat menganggap logam itu bukan sebagai alat tukar, karena nilainya kecil," ucapnya.
Baca juga: Mendag: Kebijakan E-Commerce Harus Untungkan UMKM dan Majukan Marketplace
Marlinson meminta agar masyarakat untuk tak membedakan bentuk mata uang rupiah, baik kertas maupun logam.
Berdasarkan pengamatan BI, memang di kota-kota besar, keberadaan uang logam tak begitu populer.