Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memamerkan pencapaian hilirisasi nikel yang tengah digencarkan oleh pemerintah.
Sebelumnya, Indonesia hanya mendapat 2 hingga 3 miliar dolar Amerika Serikat (AS) dari hasil ekspor bijih nikel pada 2015-2016.
Kemudian, setelah larangan ekspor bahan mentah diberlakukan, bijih nikel yang diekspor diolah menjadi iron steel atau besi baja, membuat angkanya meroket hingga 34 miliar dolar AS atau sekitar Rp 521 triliun pada 2022.
Baca juga: Luhut Sebut Dana JETP 20 Miliar Dolar AS Tak Cukup Untuk Pensiun Dini PLTU
"Hanya (dari) besi baja. Saya tidak berbicara (komoditas) lain. Jadi kita lihat dampaknya terhadap perekonomian kita saat ini," kata Luhut dalam acara Indonesia Sustainability Forum, Kamis (7/9/2023).
"Hanya satu bijih nikel. Kita tidak berbicara yang lain seperti bauksit dan tembaga," lanjutnya.
Ia mengatakan, saat ini berkat hilirisasi, investasi di Indonesia tak lagi didominasi Pulau Jawa. 58 persen investasi berasal dari pulau lain.
Luhut juga menyebut hilirisasi meningkatan industrialisasi di kawasan timur Indonesia seperti Morowali dan Halmahera.
Dalam data yang ia paparkan, tingkat industrialisasi di Morowali, Sulawesi Tengah, pada 2022 mencapai 73 persen, meningkat pesat dari 8 persen pada 2010.
Baca juga: Tak Percaya Cadangan Nikel Indonesia Tersisa 15 Tahun Lagi, Bahlil: Di Papua Masih Banyak
Kemudian, di Halmahera, Maluku Utara, tingkat industrialisasi mencapai 61 persen pada 2022, meningkat dari 3 persen pada 2010.
Peningkatan tersebut berkat kegiatan pertambangan yang ada di dua daerah itu.