Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Center of Digital Economy and SME Indef Nailul Huda mengatakan ada banyak faktor yang menyebabkan muda-mudi Indonesia terjebak dalam utang.
Masalah utang tidak terbatas pada kebutuhan mendesak, kebiasaan pengeluaran yang berlebihan, tekanan ekonomi, pembiayaan pendidikan, dan tingkat literasi pinjaman yang rendah.
Menurut Nailul, gaya hidup juga menjadi faktor penting yang menyebabkan masalah utang, yang tidak hanya berdampak pada kalangan dewasa muda, tetapi juga masyarakat pada umumnya.
Baca juga: Jumlah Pinjaman Online Warga Sulawesi Selatan Kini Mencapai Rp928 Miliar
"Pinjaman online tumbuh pesat di Indonesia, meningkat 71 persen pada Desember 2022, akibat dari lonjakan belanja online pasca pandemi, terutama di kalangan pemuda yang cenderung konsumtif. Pada Juni 2023, pinjaman rata-rata untuk pemuda di bawah 19 tahun mencapai Rp2,3 juta, sementara untuk usia 20-34 tahun adalah Rp2,5 juta, padahal pendapatan rata-rata pemuda hanya Rp2 juta per bulan,” katanya dalam keterangan, Minggu (17/9/2023).
“Masalah ini semakin memprihatinkan karena pendapatan pemuda lebih rendah daripada utang mereka dari pinjaman online. Oleh karena itu, diperlukan tindakan konkret untuk mengatasi maraknya pinjaman online ilegal,” sambungnya.
Secara historis, generasi yang lebih tua cenderung menghindari utang, bahkan untuk pembelian besar seperti mobil.
Sebaliknya, generasi yang lebih muda seperti Generasi X dan Z lebih terbuka untuk berutang demi memenuhi hasrat gaya hidup, seperti menghadiri konser dan pergi berlibur.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengembangkan serangkaian inisiatif dan taktik.
Ini termasuk program pendidikan online dan offline, kampanye kesadaran finansial nasional, serta memperkuat kerja sama dan kemitraan strategis dengan kementerian dan lembaga pemerintah, melibatkan universitas, dan memperkuat sektor jasa keuangan.
Inovasi fintech, seperti Earned Wage Access (EWA), dapat menjadi peluang untuk mengurangi dampak negatif dari pinjaman online.
Peneliti Center of Digital Economy and SME Indef Izzudin Al Farras Adha menyampaikan data APJII (2023), sebanyak 97,1 persen penduduk usia 19-34 tahun sudah terhubung dengan internet.
Ketersediaan pinjaman online ilegal yang terintegrasi dengan internet membuat aksesnya semakin mudah bagi pemuda.
Pemerintah telah bertindak untuk mengatasi pinjaman online ilegal melalui Satgas Waspada Investasi (SWI).
“Sejak 2018, hampir 7.000 pinjol ilegal telah dihentikan oleh SWI, namun sayangnya, langkah ini belum berahasil sepenuhnya menghilangkan kasus pinjaman online ilegal tahun ini. Kita harus bekerja sama dengan instansi pemerintah dan swasta. Hal ini dapat menjadi solusi bagi banyak kalangan dewasa muda di Indonesia," kata Izzudin.
Namun, melihat peranan penting yang dimainkan oleh pemuda saat ini, solusi untuk masalah tersebut seharusnya tidak hanya berfokus pada dampak jangka pendek, tetapi juga pada kemakmuran jangka panjang mereka.
Country Head of GajiGesa Indonesia Ade Saragih berkomitmen membebaskan individu dari pinjaman berbunga tinggi.
Sejak pertama kali didirikan pada tahun 2020, dalam waktu 3 tahun, GajiGesa telah membantu 27.863 karyawan untuk keluar dari pinjaman online.
“Penelitian yang kami lakukan bersama Indef pada akhir 2022 mengungkapkan bahwa 42 persen karyawan Indonesia yang menghasilkan kurang dari 5 juta Rupiah per bulan tidak mampu menabung atau berinvestasi, namun data internal kami menunjukkan bahwa sebanyak 25.928 pengguna kami telah berhasil meningkatkan jumlah tabungan mereka sejak mereka mulai menggunakan GajiGesa,” papar Ade.
“Temuan ini membuktikan bahwa EWA GajiGesa menyediakan solusi yang layak untuk membantu karyawan mencapai stabilitas keuangan mereka," jelasnya.