Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Usai berhasil mengekspor minyak jelantah atau used cooking oil ke Amerika sebanyak 200 metrik ton, Asosiasi Exportir Minyak Jelantah Indonesia (AEMJI) membidik kenaikan pengumpulan sekitar 20 persen.
Ketua AEMJI Setiady Goenawan, mengatakan saat ini pengumpulan minyak jelantah hasil pengumpulan dari SIMIJEL (Sistem Informasi Minyak Jelantah) baru sekitar 8 persen.
"Dengan adanya SIMIJEL ini kita harapkan naik ke 20 persen. Saat ini baru 8 persen, kita harapkan meningkat menjadi 20 persen di akhir 2024," tutur Setiady usai seremoni ekspor used cooking oil ke Amerika di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Kamis (21/9/2023).
Baca juga: Lima Kontainer Minyak Jelantah Diekspor ke Amerika, Di sana Akan Diproses Jadi Greenfuel
Saat ini, AEMJI biasanya mengumpulkan minyak jelantah dari restoran, hotel, hingga bisnis katering. Namun itu jumlahnya masih terbilang kecil.
"Paling banyak di rumah tangga. Kita harap bisa makin banyak dari rumah tangga. Jika pengumpulan semakin banyak, kita bisa menarik investasi di bidang SAF," jelas Setiady.
Komoditas ekspor minyak jelantah (Used Cooking Oil) atau minyak goreng bekas penggunaan pangan biasanya akan diproses menjadi Greenfuel (SAF-Sustainable Aviation Fuel/Green Avtur dan HVO-Hydrotreated Vegetable Oil Green Diesel).
"Ini produksinya untuk meningkatkan investasi SAF di Indonesia. Karena bahan utama SAF itu dari waste. Waste banyak macem, yang paling banyak dari industri agro. Kita ingin meningkatkan ini agar Indonesia makin menarik untuk investasi," imbuhnya.
Untuk mengumpulkan minyak jelantah dari rumah tangga, Kementerian Perindustrian dan AEMJI tengah melakukan pilot project di Sumatera Barat.
"Pilot project sedang kita lakukan Sumatera Barat dengan menukarkan jelantah dengan minyak goreng baru. Nanti di setiap RT misal disiapkan kontainer. Minyak jelantah dihargai dengan harga tertentu dan ditukar tambahkan dengan minyak goreng baru. Dengan SIMIJEL, di satu RT misal ada pengumpulnya, sehingga akan lebih terstruktur sehingga dari 8 persen naik 12 persen, menjadi 20 persen," jelas Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika.