News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemprov Sulawesi Selatan Alami Defisit APBD Rp1,5 Triliun, Kemenkeu: Kurangi Belanja Tidak Penting

Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementerian Keuangan Sandy Firdaus dalam acara Media Briefing di Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pj Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Bahtiar Baharuddin menyatakan bahwa Pemprov Sulsel mengalami defisit APBD senilai Rp 1,5 triliun pada 2023. Bahkan, dia mengklaim Pemprov Sulsel alami kebangkrutan.

Menanggapi hal tersebut Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Sandy Firdaus meminta Pemerintah Daerah (Pemda) Sulsel untuk mengurangi belanja yang tidak penting.

"Jadi sebenarnya defisit di sini tuh bisa di manage sebetulnya. Bisa di manage oleh Pemda bagaimana kewajiban tadi dia anggarkan mungkin dia memang harus melakukan sedikit refocusing untuk belanja lainnya," kata Sandy dalam Media Briefing di Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).

Baca juga: APBD Perubahan 2023 Disahkan, Pemprov Sultra Alokasikan Rp 12,7 Miliar Perbaiki Rumah Tak Layak Huni

"Belanja-belanja yang enggak terlalu penting misalkan bisa dia (Pemda) kurangi yang tidak berdampak langsung ke masyarakat mungkin dia (Pemda) kurangi untuk membayar hal itu," imbuhnya.

Sandy mengatakan, defisit tersebut diperoleh lantaran dana bagi hasil dari Provinsi ke Kabupaten/Kota belum dibayarkan oleh Pemda Sulsel.

"Jadi yang di statement pada waktu itu mengatakan bangkrut karena memang ternyata ada kewajiban dana bagi hasil dari provinsi ke kabupaten kota yang belum dibayarkan. Tapi kalau melihat anggarannya, sebetulnya apa yang dianggarkan itu relatif dibayarkan," jelasnya.

Di sisi lain, Staf Khusus Menkeu Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan, Pemprov Sulsel mengalami kesulitan likuiditas akibat dari pengelolaan utang jangka pendek yang kurang pruden.

"Penggunaan istilah "bangkrut" sejatinya kurang tepat untuk memaknai ketidakmampuan Pemprov Sulsel dalam melunasi utang jangka pendek/panjang di tahun ini," kata Prastowo dalam keterangannya.

Prastowo bilang, hasil analisis dari Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) pada 2022 dan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) pada 2023 Pemprov Sulsel menunjukkan kinerja keuangan yang kurang sehat, khususnya pada aspek likuiditas.

Sedangkan di tahun 2023, terdapat utang jangka pendek jatuh tempo dan utang jangka panjang yang menjadi kewajiban Pemprov.

"Masalah yang dialami Pemprov Sulsel adalah likuiditas (kesulitan melunasi utang jangka pendek), bukan solvabilitas (kesulitan melunasi utang jangka panjang) mengingat angsuran pokok utang jangka panjang telah dianggarkan dalam APBD 2023 pada pengeluaran pembiayaan," jelasnya.

Sementara itu, Prastowo juga menegaskan bahwa tingginya kewajiban utang tersebut sebenarnya dapat dihindari dengan optimalisasi pendapatan dan efisiensi belanja, mengingat tingginya akumulasi SILPA tahun 2023 dan tahun-tahun sebelumnya.

"Diketahui bahwa per September 2023 SILPA Pemprov berada di angka Rp 676 M, dan kondisi ini diprediksi tetap terjadi hingga akhir tahun melihat tren realisasi PAD yang meningkat serta pola akumulasi SILPA di 2 tahun sebelumnya," tuturnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini