TRIBUNNEWS.COM, BULUKUMBA- Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan, Ervina Zulaeha (49) ditetapkan sebagai tersangka kasus penyaluran beras yang tidak sesuai peruntukannya.
Ervina Zulaeha jadi tersangka bersama empat orang lainnya, yaitu R (35), mantan Asisten Supply Chain dan Pelayanan Publik Bulog Kanca Bulukumba; IDT (54), Direktur CV UF dan Mitra Pengadaan Pangan Kancab Bulog; SS (60), Mitra Pengadaan Kancab Bulog Bulukumba dan pengusaha beras Jeneponto; serta S (41), pengusaha beras asal Kupang.
Kelima tersangka tersebut resmi ditahan di Lapas Bulukumba.
Baca juga: Ikappi Minta Pemerintah Buka Data Soal Penyaluran Beras Untuk Bantuan Sosial
Kepala Kejaksaan Negeri Bulukumba, Banu Laksamana, mengungkapkan bahwa para tersangka terlibat dalam kasus penjualan beras yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat untuk menstabilkan harga beras di empat kabupaten: Bulukumba, Sinjai, Bantaeng, dan Jeneponto, pada tahun 2023.
"Para tersangka menjual beras yang diperuntukkan bagi masyarakat umum ke pedagang di Sinjai, Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto, hingga Kupang, Nusa Tenggara Timur, dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi," ujar Banu Laksamana saat jumpa pers di kantor Kejari Bulukumba, Kamis (28/11/2024).
Pada tahun 2023, Perum Bulog melaksanakan penugasan dari Badan Pangan Nasional (Bapanas) untuk menyalurkan Beras Stabilitas Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) menggunakan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang bersumber dari APBN.
Beras tersebut bertujuan menjaga ketersediaan pasokan dan stabilitas harga beras di tingkat konsumen, menanggulangi gejolak harga, serta mengendalikan inflasi.
Penyaluran beras SPHP diatur secara ketat, hanya melalui saluran yang memenuhi syarat dan terdaftar di Perum Bulog sebagai mitra.
Namun, dalam kasus ini, dari total 1.344.490 kilogram beras SPHP yang disalurkan di empat kabupaten, sebanyak 710.467 kilogram atau 52,84 persen disalurkan tidak sesuai ketentuan.
Para tersangka diduga melakukan penyimpangan dalam pendaftaran calon distributor dan mitra perusahaan, penyerahan barang di gudang, hingga penyaluran beras SPHP yang tidak sesuai aturan.
Baca juga: Anggota Fraksi PKS Dukung Perubahan Status Perum Bulog Jadi Badan Nasional Setingkat Kementerian
Selain itu, penggunaan rekening pribadi untuk memperoleh keuntungan juga menjadi bagian dari modus operandi mereka.
Akibat perbuatan ini, negara mengalami kerugian sebesar Rp2.144.829.290, yang mencakup kompensasi pemerintah yang tidak seharusnya dibayarkan dan keuntungan yang diperoleh para tersangka.
Banu Laksamana menyatakan bahwa para tersangka dijerat dengan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, yang mengancam dengan pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun.
Rugikan negara Rp2,1 miliar
Sebelum ditetapkan tersangka, Inspektorat Bulukumba mengungkap kerugian negara yang ditimbulkan tersebut.