News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

AFPI Hormati Proses Penyelidikan KPPU Perihal Kasus Dugaan Kartel Suku Bunga Pinjol

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Umum AFPI Entjik S Djafar

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) buka suara soal proses penyelidikan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengenai penetapan besaran maksimal bunga pinjaman fintech lending.

Ketua Umum AFPI Entjik S Djafar mengatakan, pihaknya menghormati proses penyelidikan yang kini tengah berjalan di KPPU.

"Kami senang sudah bertemu dengan KPPU dan mendapatkan banyak insight terkait persaingan usaha," kata Entjik dikutip dari keterangan tertulis, Senin (30/10/2023).

Baca juga: Kasus Dugaan Kartel Pinjol oleh Anggota AFPI Naik ke Penyelidikan

Dalam penyelidikan ini, KPPU menilai bahwa penentuan suku bunga pinjaman online oleh AFPI berpotensi melanggar Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Menanggapi hal itu, Entjik menyebut penetapan tarif suku bunga maksimal pinjaman tidak sama dengan penetapan harga yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Meski demikian, ia menegaskan pihaknya tetapi menghormati proses yang sedang berjalan di KPPU.

"AFPI akan terus memberikan dukungan yang diperlukan sehubungan dengan dugaan potensi pelanggaran terhadap persaingan usaha pinjaman fintech lending khususnya mengenai penetapan besaran maksimal bunga pinjaman,” ujarnya.

Entjik mengatakan, AFPI turut mengkonsultasikan dugaan potensi pelanggaran ini ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Mengenai dugaan potensi pelanggaran besaran bunga maksimal pinjaman, kami konsultasikan ke OJK sebagai regulator industri keuangan sebagaimana juga KPPU sebagai lembaga pengawas persaingan usaha yang sehat,” kata Entjik.

Baca juga: AFPI Bantah Tudingan Perusahaan Pinjol Anggotanya Terlibat Kartel Suku Bunga

Ia menekankan kehadiran industri fintech lending dilandasi oleh semangat untuk menyediakan layanan pendanaan alternatif bagi individu, usaha mikro, dan masyarakat yang belum tersentuh layanan jasa keuangan, atau dikenal dengan unbanked dan underserved.

Diberitakan sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menetapkan 44 penyelenggara layanan pinjaman online atau peer-to-peer (P2P) lending sebagai Terlapor atas dugaan pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, khususnya pasal 5 terkait penetapan harga.

Direktur Investigasi pada Kedeputian Penegakan Hukum KPPU Gopprera Panggabean menyampaikan KPPU melanjutkan kasus pinjaman online (pinjol) ke tahapan penyelidikan, setelah melalui proses penyelidikan awal sejak 5 Oktober 2023.

"Sebanyak 44 perusahaan penyelenggara pinjol ditetapkan sebagai terlapor melalui Rapat Komisi tanggal 25 Oktober 2023. KPPU akan memanggil para pihak termasuk Terlapor, saksi, atau ahli yang berkaitan guna mengumpulkan alat bukti yang cukup terkait dugaan pelanggaran," ujar Gopprera di Jakarta, Jumat (27/10/2023).

KPPU telah selesai melaksanakan penyelidikan awal atas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha pinjol yang tergabung dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

Dalam tahap tersebut, AFPI telah menerbitkan Pedoman Perilaku Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi secara Bertanggung Jawab yang mengatur penetapan jumlah total bunga, biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya (selain biaya keterlambatan) yang tidak melebihi suku bunga flat 0,8 persen per hari, yang dihitung dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh penerima pinjaman.

Pada tahun 2021, besaran tersebut diatur tidak melebihi 0,4 persen per hari.

Setiap anggota AFPI wajib menandatangani suatu pakta integritas yang didalamnya mewajibkan anggota untuk tunduk pada pedoman yang dibuat asosiasi tersebut.

Dalam penyelidikan awal, KPPU telah melakukan berbagai kegiatan pengumpulan informasi, termasuk permintaan informasi secara tertulis kepada para anggota AFPI dan permintaan keterangan dari 5 (lima) penyelenggara P2P lending, AFPI, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Melalui proses tersebut, KPPU telah memperoleh satu alat bukti dugaan pelanggaran pasal 5 dan memenuhi persyaratan untuk dilanjutkan ke tahap penyelidikan," ujar Gopprera.

KPPU juga menemukan bahwa tujuan pengaturan AFPI atas penetapan jumlah total bunga, biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya tersebut adalah untuk melindungi konsumen dari biaya predatory lending, atau praktik pemberian pinjaman yang mengenakan syarat ketentuan bunga dan/atau biaya-biaya yang tidak wajar bagi penerima pinjaman atau tidak memperhatikan kemampuan membayar kembali penerima pinjaman.

"Proses penyelidikan akan berlangsung tertutup selama 60 (enam puluh) hari kedepan, dan tidak tertutup kemungkinan adanya perpanjangan masa penyelidikan ataupun penambahan Terlapor, bergantung pada alat bukti yang diperoleh," tutur Gopprera.

Pada proses tersebut, lanjut dia, KPPU akan membuktikan apakah perilaku beberapa penyelenggara P2P lending yang menerapkan suku bunga yang sama tersebut merupakan hasil kesepakatan diantara para penyelenggara.

"Pada prinsipnya di suatu pasar yang bersaing, setiap pelaku usaha P2P lending akan menjalankan usahanya secara lebih efisien, sehingga mampu menetapkan tarif suku bunga yang lebih rendah dari para pesaingnya serta memberikan berbagai pilihan fasilitas dan tarif suku bunga bagi konsumen," imbuh Gopprera.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini