Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, RIYADH – Perekonomian Arab Saudi mengalami konstraksi karena harus memangkas produksi minyak mentahnya untuk menjaga harga agar tidak jatuh.
Data yang dirilis Badan Statistik Arab Saudi menunjukkan Produk Domestik Bruto (PDB) negara itu menyusut 4,5 persen tahun-ke-tahun pada kuartal III (Juli-September) 2023.
Ini merupakan konstraksi terbesar sejak pandemi Covid-19 pada 2020. Penurunan tersebut akan lebih besar lagi jika bukan karena pertumbuhan aktivitas non-minyak sebesar 3,6 persen,
Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan PDB Saudi akan tumbuh hanya 0,8 persen pada tahun ini, turun dari 8,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Sektor minyak Arab Saudi mengalami kontraksi sebesar 17,3 persen tahun ke tahun pada kuartal III tahun ini, yang merupakan rekor terbesar sejak 2011 karena pengurangan produksi minyak secara sukarela, yang bertujuan untuk menopang harga global.
“Kami memperkirakan produksi minyak Saudi akan tetap rendah hingga akhir tahun ini, dengan penurunan yang lambat pada awal 2024,” tulis analis Oxford Economics dalam sebuah catatan yang diterbitkan Jumat, (3/11/2023).
Meskipun negara-negara Teluk lainnya juga mendapat tekanan ekonomi akibat pengurangan produksi minyak, perekonomian Uni Emirat Arab justru mengalami pertumbuhan.
Baca juga: Harga Minyak Dunia Melonjak Usai The Fed Pertahankan Suku Bunga
Menteri Perekonomian Uni Emirat Arab Thani Bin Ahmed Al Zeyoudi mengatakan PDB negara itu tumbuh 3,7 persen pada semester pertama tahun ini, dibantu oleh pertumbuhan di sektor non-minyak.
Baca juga: Harga Minyak Mentah Menguat di Tengah Berkecamuknya Konflik Hamas-Israel
“Pendapatan non-minyak Uni Emirat Arab tumbuh pada laju tercepat dalam empat tahun terakhir,” ujar Ralf Wiegert, Direktur Ekonomi untuk Timur Tengah dan Afrika Utara di S&P Global Market Intelligence.