Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat ekonomi konstitusi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Defiyan Cori berpendapat, jika klausul power wheeling disepakati masuk dalam RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET), maka Komisi VII DPR mengabaikan hukum konstitusi ekonomi Pasal 33 UUD 1945.
Sebagai informasi, power wheeling merupakan mekanisme yang dapat mentransfer energi listrik dari pembangkit swasta ke fasilitas operasi milik negara secara langsung.
Adapun Pasal 33 ayat (1) berbunyi "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”.
Pasal 33 ayat (2) ”Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.
Pasal 33 ayat (3) ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
"Komisi VII DPR jelas tidak taat pada hukum konstitusi ekonomi Pasal 33 UUD 1945 dengan memaksakan power wheeling atau penggunaan jaringan daya negara oleh swasta dimasukkan kembali dalam DIM RUU EBET," kata Defiyan kepada wartawan, Selasa (21/11/2023).
Selain itu, lanjutnya, juga ada Putusan Mahkamah Konstitusi (PMK) pada Desember 2016 yang membatalkan Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 11 ayat (1) UU Nomor 30/2009 tentang Ketenagalistrikan, khususnya terkait kewenangan penyediaan listrik bagi masyarakat.
"Dengan demikian, aturan turunannya, termasuk Permen ESDM Nomor 1/2015 dan Nomor 11/2021 terkait klausul pemberian izin pengelolaan listrik kepada pihak selain negara telah batal demi hukum konstitusi dan harus dicabut," jelas dia.
Defiyan menyatakan demikian untuk merespons munculnya dua klausul perihal pembentukan Badan Usaha Khusus EBT dan Power Wheeling yang kembali muncul dalam pembahasan DIM DPR RI. Padahal dua klausul itu sebelumnya sudah dicabut lada 24 Januari 2023.
Baca juga: BKPM: Investor Minati Pengembangan Energi Terbarukan di Indonesia
Sejauh ini, Komisi VII bakal membahas DIM tersebut bersama Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam rapat kerja.
Pada agenda rapat kerja tersebut, terdapat dua pembahasan pasal penting, yaitu pembentukan Badan Usaha Khusus (BUK) EBT dan power wheeling.
Baca juga: Xurya Ajak Lebih Banyak Pelaku Industri Jawa Timur Gunakan Energi Terbarukan
Menurut Defiyan, publik harus menolak dua klausul yang masuk ke dalam DIM RUU EBET tersebut. Alasannya tak lain karena bakal ada risiko menihilkan peran negara dalam menjaga kedaulatan energi.
"Kenapa harus ditolak, tidak lain adalah karena power wheeling ini sama saja dengan membonceng infrastruktur jaringan daya listrik milik negara tanpa investasi pembangunan apapun oleh pihak swasta,” katanya.